Ainul Yaqin (Foto: PWMU.CO)
M. Ainul Yaqin Ahsan – Anggota MTT PDM Lamongan, Pengasuh di PA & PP Al-Mizan Muhammadiyah Lamongan
PWMU.CO – Dalam beberapa bulan terakhir, nama Mama Ghufron mencuat ke permukaan dengan berbagai klaim kontroversialnya. Fenomena ini bukanlah hal baru di Indonesia, di mana tokoh-tokoh spiritual menggunakan agama untuk membangun kekuasaan dan pengaruh. Taktik manipulatif yang mereka gunakan, meski terkesan usang tetap efektif dalam menciptakan ketergantungan dan eksklusivitas di kalangan pengikut mereka. Pola yang mereka gunakan saya disebut sebagai “Kaidah Wajib”, mencakup serangkaian langkah yang membuat mereka bisa memanipulasi orang-orang secara spiritual dan psikologis.
Menakut-nakuti dengan Neraka
Langkah pertama dalam pola ini adalah menanamkan ketakutan mendalam akan neraka. Mereka menggambarkan neraka sebagai tempat yang sangat mengerikan, sehingga membuat pengikut merasa kecil dan penuh dosa. Kalimat seperti “semua orang bisa berpotensi masuk neraka, neraka itu pedih,bahan bakarnya dari manusia dan batu” dan sebagainya. Memberikan peringatan akan siksa neraka ini bukanlah hal baru dalam dakwah, namun menjadi berbahaya ketika digunakan secara berlebihan untuk menakut-nakuti.
Menciptakan Rasa Inferioritas
Setelah rasa takut tertanam, mereka membuat pengikut merasa tidak berdaya dan tidak layak. Pengikut didoktrin bahwa ibadah mereka tidak cukup dan mereka tidak memiliki harapan untuk selamat tanpa bantuan dari sosok pemimpin spiritual tersebut. Ini menciptakan rasa inferioritas yang mendalam. Kalimat seperti “dengan pedihnya penderitaan di neraka itu kalian punya bekal apa, Ibadah terus tapi maksiat mulus, baca Al-Qur’an tidak paham tafsirnya,baca Al-Qur’an masih terbata-bata” dan sebagainya.
Menawarkan Diri sebagai Penjaga Gerbang Surga
Mama Ghufron dan okum sejenisnya kemudian menawarkan diri sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Pengikut diajarkan bahwa hanya dengan tunduk dan mengabdi pada mereka, barulah mereka memiliki kesempatan untuk masuk surga. Ini menciptakan ketergantungan yang mendalam. Kalimat seperti “untung ada kami yang tidak ke luar negeri, yang rela berdakwah disini untuk menuntun masyarkat ke jalan keselamatan” atau “kalian yang ibadahnya masih salah, maksiatnya masih jalan dan sebagainya jangan khawatir. Selama kami ada di sini, maka ada penjaga gerbang surga. Makanya kalian cukup tunduk patuh saja mengabdi melayani kami. Cukup untuk ikhlas saja meski tidak pernah salat, tidak pernah ibadah tapi karena cinta dan melayani kami, maka kalian akan masuk surga tanpa hisab” dan sebagainya.
Glorifikasi dan Klaim Karomah
Untuk memperkuat posisi mereka, mereka membuat klaim memiliki karomah atau keajaiban, seperti berbicara dengan malaikat, berbicara dengan semut dan menghentikan bencana dan fenomena alam. Meskipun klaim ini sering kali tidak bisa diverifikasi, bahkan secara literal dan aktual bisa dibuktikan kesesatannya. Mereka sangat efektif dalam membangun aura kewibawaan dan kesucian di mata para pengikut. Rumusannya sederhana: jika kita ingin mendapatkan kekuasaan secara instan, kita harus membuat orang-orang tidak memiliki pilihan, sehingga mereka akan menjadi bawahan yang patuh. Jika kita ingin terlihat pintar, kita harus berhadapan dengan orang-orang yang bodoh. Begitulah rumusannya, sangat sederhana.
Menciptakan Eksklusivisme-Radikal
Mereka kemudian menciptakan eksklusivitas dengan menjelekkan ulama atau sumber lain sebagai sesat. Ini mengisolasi pengikut dari pandangan alternatif dan memperkuat kontrol pemimpin atas mereka. Pengikut diajarkan untuk tidak bertanya atau mencari klarifikasi dari sumber lain, yang akhirnya memperkuat kesesatan yang telah ditanamkan. Kalimat seperti “hati-hati dengan orang itu, hati-hati dengan pengajian itu, mereka ahli subhat, aqidah mereka cacat, mereka menuduh dan menfitnah ” dan sebagainya. Seperti halnya tersesat di gunung, kita sebenarnya memiliki potensi besar untuk kembali ke peradaban. Lebih banyak orang yang berhasil kembali daripada yang tersesat hingga meninggal. Mereka bisa selamat karena bisa bertanya kepada pendaki lain. Namun, jika mereka memiliki keyakinan bahwa setiap pendaki lain adalah jin yang akan menyesatkan mereka lebih jauh, maka mereka tidak akan bertanya dan akan tetap tersesat.
Eksploitasi Politik
Langkah terakhir dalam pola ini adalah mengeksploitasi pengikut untuk keuntungan politik. Setelah membangun basis pengikut yang besar dan loyal, pemimpin spiritual ini bisa menggunakan dukungan massa untuk kepentingan politikus tertentu dengan syarat dan jaminan bahwa kepentingan mama Ghufron dan sejenisnya bisa diakomodir. Pengikut yang sudah ditakut-takuti dan didoktrin menjadi alat yang sangat efektif dalam memenangkan pemilu atau kepentingan politik lainnya. Karena itu, di Indonesia banyak terdapat aturan-aturan “sangat aneh” sesuai dengan kepentingan-kepentingan pihak tertentu.
Fenomena seperti Mama Ghufron menunjukkan bagaimana manipulasi agama bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh. Ini bukan hanya tentang penyimpangan agama, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan bisa disalahgunakan melalui doktrin yang tampaknya religius namun sebenarnya sangat manipulatif. Oleh karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk kritis dan waspada terhadap taktik-taktik semacam ini. Hanya dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa agama tetap menjadi pemandu moral dan spiritual yang murni, bebas dari eksploitasi untuk tujuan-tujuan duniawi yang sempit.
Editor Teguh Imami