PWMU.CO – Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Syamsuddin MA menyampaikan bahwa haji mabrur itu bisa dilihat minimal dari 3 hal. Pertama, thayyibul kalam, yaitu kata-kata yang santun dan menyejukkan. “Tidak menyinggung dan menyakitkan. Baik dalam percakapan ataupun bermedia sosial (medsos),” ungkapnya pada PWMU.CO, Sabtu (9/9).
Kedua, katanya, it’amut tho’am yaitu peduli pada penderitaan sesama. “Dan ketiga adalah ifsya’us salam yaitu membawa dan mengampanyekan perdamaian,” ungkapnya.
(Baca: Kenapa Ustadz Ini Berpesan agar Jamaah Haji Membawa “Ihram”-nya ke Tanah Air)
Syamsuddin di Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji dan sekaligus menjadi Tim Pembimbing Ibadah Haji Indonesia (TPIHI) untuk Kloter 70 SUB.
Dalam khutbah wukuf di Padang Arafah, 9 Dzulhijjah (31/8) Syamsuddin menyampaikan bahwa wukuf sangat penting sebagai momentum mengenal diri sendiri. “Kun mimman arafa nafsahu bi arafah. Jadilah orang yang mengenal diri sendiri di Arafah ini,” katanya dalam khutbah itu.
Dosen UINSA Surabaya tu juga menyampaikan lima hal yang perlu diperhatikan oleh jamaah haji.
Pertama, dia mengajak jamaah untuk selalu bersyukur. “Bersyukurlah bisa hadir di Arafah ini semata-mata rahmat-Nya. Bakan karena kita hebat atau shalih. Terlalu banyak orang yang lebih shalih dan berhak untuk hadir di sini daripada kita. Namun mereka belum ditakdirkan Allah,” tuturnya.
(Baca juga: Ustadz Abdul Azis: Mari “Pindahkan” Baitullah ke Tanah Air)
Kedua, ujarnnya, kain ihram yang kita pakai menunjukkan betapa tidak berartinya atribut-atribut duniawi yang sering dibanggakan dan dipamerkan manusia di hadapan sesamanya. “Yang akan dibawa masuk liang lahat hanyalah dua helai kain sederhana. Kebahagiaan tidak datang dari harta yang melimpah, melainkan datang dari kerelaan mengurbankan harta untuk sesama,” jelasnya.
“Ketiga, semua orang beriman bersaudara. Walaupun berbeda warna kulit, bentuk wajah, jabatan, status sosial, dan sebagainya, perlakukanlah mereka layaknya saudara,” ungkapnya.
Pada pesan keempat, Syamsuddin mengajak jamaah untuk menutup masa lalu. “Marilah kita tutup lembaran lama kehidupan kita, lembaran hitam yang penuh kemaksiatan dan penghianatan kepada Allah, dengan lembaran baru berupa pertaubatan,” pesan dia.
Terakhir, dia berpesan pada jamaah untuk menunjukkan kemabruran haji dengan selalu berbuat baik dan peduli pada sesama.
Cuaca panas yang ekstrim sama sekali tidak mengusik kekhusukan jamaah Kloter 70 SUB. Bahkan mereka larut dalam tangis saat doa dibacakan di akhir khutbah. Semoga haji mabrur! (MN)