PWMU.CO – Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Trenggalek mengadakan Focus Goup Discussion (FGD) dan penyamaan persepsi tentang perlindungan perempuan dan anak yang berbasis masyarakat di Gedung Bawarasa Lantai 2, Sabtu (29/6/2024).
PDA Trenggalek bekerja sama dengan Dinas Sosial PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Trenggalek.
“Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan persepsi dalam menangani masalah perlindungan perempuan dan anak, sehingga di lingkungan organisasi perempuan Muhammadiyah khususnya bisa saling bekerja sama untuk menanganinya,” jelas Hj. Anawiyah selaku ketua PDA Trenggalek.
Kegiatan yang dihadiri oleh 100 peserta ini menyajikan materi, salah satunya adalah kekerasan dan dampaknya yang disampaikan oleh Ratri Purwaningsih, S.Psi (Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Trenggalek.
“Dewasa ini, banyak sekali kasus-kasus kekerasan yang terjadi diantaranya, bullying, orang tua tega membunuh anak dan memperlakukannya secara tidak wajar, anak yang membunuh orang tua, istri yang membakar suami, perdagaangan orang, dan ada guru menemukan group LGBT pada HP siswa SD di Pekanbaru,” tutur Ratri.
“Kasus-kasus tersebut muncul dari adanya masalah dengan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sekitar. Maka dari itu kita harus tahu cara mengatasinya, terutama lingkungan keluarga kita sendiri. Sebagai organisasi perempuan, kita harus bisa ikut mencegah dan mengatasi masalah kekerasan, terutama kekerasan pada perempuan dan anak. Kekerasan pun disorot oleh pimpinan dunia sebagai isu prioritas yang harus segera diatasi,” tambahnya.
Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/ atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum (Pasal 15a UU 35/ 2014).
Bentuk-bentuk kekerasan ada tiga yaitu, kekerasan fisik (melibatkan kontak langsung fisik), kekerasan psikis/ emosional (perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/ atau penderitaan psikis berat), dan kekerasan seksual (secara kontak maupun non kontak).
Dampak-dampak kekerasan yaitu dampak fisik (sakit), dampak psikologis (merasa takut dan murung), dampak sosial (dikucilkan dan dibully), dampak ekonomi (untuk mengobatinya butuh biaya), dan dampak fungsional (tidak berfungsinya anggota tubuh).
Anak korban kekerasan akan mudah curiga, tersinggung, berfikir negatif, putus asa, daya juang melemah, dan menyalahkan orang lain. Bahkan yang paling parah depression anxiety dan anti social behavior.
“Salah satu kasus yaitu, perdagangan orang yang merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaraan atau manfaat dengan tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Kebanyakan yang rentan menjadi korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak yang menjadi alasan utamanya adalah ekonomi,” jelasnya.
“Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang layak dan rasa aman dalam bekerja. Penindasan dan kekerasan adalah kejahatan yang harus dibasmi. Sebagai perempuan kita tidak boleh sampai tertindas bahkan menjadi korban kekerasan,” pesannya.
Penulis Berta Meilevarespati Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun