PWMU.CO – Lazismu pada 4 Juli 2024 usianya genap 22 tahun, secara resmi Lazismu berdiri pada 4 Juli 2022. Namun gerakan filantropi yang dilakukan oleh Muhammadiyah telah dilakukan jauh sebelum itu.
Direktur Utama Lazismu Pusat, Ibnu Tsani menjelaskan gerakan filantropi Muhammadiyah sudah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka, meskipun saat itu tidak secara langsung menggunakan nama Lazismu atau Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah.
Pengorganisasian zakat dilakukan Muhammadiyah melalui Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada 1920, saat itu diketuai oleh KH. Sudja’. Pengelolaan ZISKA di Muhammadiyah terus mengalami perkembangan sampai sekarang.
Ibnu Tsani menambahkan, pada 1950 proses penghimpunannya dilakukan oleh Majelis Perbendaharaan yang bersinergi dengan PKO. Wacana progresif kajian zakat tidak berhenti dalam gerakannya yang berkarakter khas Al-Maun.
“Barulah kemudian di tahun 2002, Lazismu resmi menjadi lembaga amil zakat nasional yang secara undang-undang zakat mendapat tugas penghimpunan dan pendayagunaan,” katanya dalam webinar Ekspos Zakat dan Wakaf “Akselerasi Pencapaian Pembangunan Berkelanjutan Melalui ZISWAF”, pada Kamis (4/7/2024).
Terkini dalam merealisasikan penyaluran zakat, Lazismu juga mengadopsi program-program yang sesuai dengan kesepakatan global, diantaranya adalah Sustainable Development Goal’s (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan.
Tata kelolanya dikemas lebih modern dengan bertambahnya jumlah amil eksekutif di seluruh Indonesia yang diikuti dengan transformasi brand Lazismu yang tampilannya lebih estetik dan bermakna.
Dari aspek tata kelola, sambung Ibnu Tsani, bahwa Lazismu memiliki Rencana Strategis (Renstra) yang dimulai dari tahun 2021 – 2025. Renstra itu digunakan oleh Lazismu untuk penghimpunan dan pendayagunaan zakat.
“Secara nasional dengan 6 pilar programnya yaitu pendidikan, sosial dakwah, ekonomi, kesehatan, kemanusiaan dan lingkungan sebagai program yang relatif baru di awal tahun 2020 muncul sebagai respons dan amanat muktamar muhammadiyah di Makassar tahun 2015, tentang krisis iklim,” tandasnya.
Editor Azrohal Hasan