PWMU.CO – Alumni Media dan Kehumasan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga mengadakan Gathering Alumni pada Kamis (11/7/2024). Acara ini berlangsung di Ruang Tarumanegara, Lantai 10 ASSEC Tower Unair.
Acara dimulai sejak pukul 08.00 hingga 13.00 WIB. Tema gathering kali ini adalah “Optimalisasi Jejaring Alumni di Media dalam Rangka Meningkatkan Employability Lulusan”.
Dua pemantik kegiatan hadir dalam acara ini. Mereka adalah Tatang Mahardika dari Jawa Pos (alumni Sastra Inggris lulusan 2000) dan Eko Darmoko dari Harian Surya (alumni Sastra Indonesia lulusan 2009).
Acara diawali dengan beberapa sambutan. Salah satu sambutan berasal dari Dekan FIB Universitas Airlangga, Prof Dr Purnawan Basundoro SS MHum. Prof Purnawan mengatakan bahwa tingkat employability lulusan Universitas Airlangga sebenarnya meningkat. Namun, kenyataannya masih belum cukup bagus dan maksimal.
Oleh karena itu, perlu tindakan saling memanfaatkan satu sama lain agar dapat lebih meningkatkan employability para lulusannya, terutama yang berasal dari FIB Unair. Dia juga berpesan bahwa sebagai wartawan harus menulis berita dengan sejujur-jujurnya agar berita yang dihasilkan semakin kuat.
Sesi Sharing Alumni
Setelah sambutan, acara berlanjut dengan sesi membagikan kisah di antara alumni dan hubungannya dengan bidang yang sedang digeluti. Tatang, Eko, Bunga Diantirta (alumni S2 Linguistik angkatan 2015), Teguh Imami (dosen UMSurabaya, editor PWMU.CO, dan humas LMI, alumni Ilmu Sejarah angkatan 2013), serta Ahmad Farhan Setiawan (mahasiswa Sastra Jepang angkatan 2020) membagikan pengalaman mereka.
Farhan mengatakan bahwa kemampuan negosiasi dan komunikasi dalam kegiatan media sangat penting. Menurutnya, media dapat mengubah tampilan, kepercayaan, dan integritas suatu badan atau instansi tertentu.
Setelah sesi sharing, acara berlanjut dengan topik pertama berjudul “Pentingnya Jejaring”. Eko mengatakan bahwa jejaring pada tingkat alumni penting untuk saling belajar dan meningkatkan relasi. Dia juga menekankan bahwa ketika ada agenda atau peristiwa, para wartawan dapat saling memberikan kabar dan berkomunikasi.
Setali tiga uang dengan Eko, Tatang berpendapat bahwa jejaring di antara alumni seharusnya tidak pernah terputus. Aditya Pratama (alumni Sastra Indonesia 2011) menambahkan bahwa di tempat kerjanya (ITS, sebagai protokol rektor) telah dibuat 19 program studi baru dengan tujuan meningkatkan angka employability. Dia mempertanyakan apakah FIB Unair dapat beradaptasi dengan menambahkan beberapa program studi baru yang lebih spesifik.
Relevansi Kurikulum
Setelah sesi pertama, acara berlanjut dengan topik berjudul “Relevansi Kurikulum”. Tatang mengusulkan penambahan jurusan atau program studi terkait kegiatan jurnalistik atau media jika dibutuhkan. Namun, ini bisa juga dimasukkan ke dalam mata kuliah dengan mendatangkan guru tamu. Sementara itu, Eko berpendapat bahwa perlu pengkajian dan evaluasi lebih lanjut terkait pembelajaran media serta kegiatan jurnalistik.
Dalam lingkup yang sama, Adnan Guntur (Sastra Indonesia angkatan 2017) menyatakan bahwa kurikulum perlu penataan ulang agar lebih baik persiapannya. Hal ini agar lulusan siap memasuki dunia kerja.
Ezith Perdana (Sastra Indonesia angkatan 1999) menambahkan bahwa masa sekarang adalah waktu yang tepat untuk berkolaborasi antar media atau bidang tertentu. Tidak hanya dalam profesi saja, tetapi juga untuk menghasilkan berita yang relevan. Selain itu, koneksi di antara alumni harus tetap berjalan dan saling berjejaring.
Pada penutup acara, Dr Listiyono Santoso SS MHum, Wakil Dekan 1 (bidang akademik dan kemahasiswaan) FIB Unair, memberikan pendapatnya. Listiyono menyatakan bahwa setiap mahasiswa sekarang seharusnya “bisa apa”, bukan “dapat apa” selama berkuliah. Metode pembelajaran harus adaptif dan mengembangkan potensi diri. Contohnya adalah studi lanjut dan proyek dalam penilaian tugas. Dia juga mengatakan bahwa mahasiswa dengan kemampuan menulis memiliki kompetensi dasar dan logika belajar yang bagus.
Listiyono berharap lulusan FIB kontributif, memiliki keunggulan tersendiri, dan tidak minder. Dia sedang merencanakan metode pembelajaran yang berbeda dan lebih tertata. Mahasiswa semester satu sampai lima akan mendapatkan teori sesuai bidang keilmuan di FIB. Setelah itu, mahasiswa akan lebih banyak melakukan metode pembelajaran praktis (project-based). Hal ini untuk mengukur kemampuan mahasiswa terhadap keterampilan yang dibutuhkan di masa mendatang. (*)
Penulis Sangwa Cahyo Utomo Editor Wildan Nanda Rahmatullah