PWMU.CO – “Profesi jurnalistik itu kan tidak jauh dari dunia dakwah ya. Sebagai warga Muhammadiyah tentunya, kita punya kewajiban untuk dakwah, melakukan tabligh.”
Hal tersebut dikatakan oleh salah seorang tim penguji Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Edy Kuscahyanto ketika dicegat PWMU.CO usai acara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) angkatan 10. Acara dilaksanakan di Auditorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Bandung, Sabtu (13/7/2024).
“Dakwah itu kan bermacam-macam. Ada yang pandai orasi di atas panggang, di atas mimbar, tapi juga dakwah melalui tulisan menyebarluaskan kebaikan ke publik, termasuk bagian dari dakwah,” imbuhnya.
“Kita tahu bahwa di Muhammadiyah itu kan banyak warganya yang mengelola media. Makanya perlu bagaimana meningkatkan kualitas jurnalistiknya, jadi ini sebetulnya waktu kami bersama kang Roni sebagai Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi itu, ada Divisi yang namanya Divisi Penguatan Jurnalistik. Nah, salah satu upaya untuk menguatkan jurnalistik itu yaitu meningkatkan kapasitas profesionalitas dari para wartawannya, dan sebagai ukuran dari peningkatan kapasitas itu, tentu ada standa-standanya, standar kompetensi. Salah satunya, waktu-waktu itu, satu-satu standar yang ada adalah yang dibuat oleh Dewan Pers, Uji Kompetensi Wartawan, dan karena itu kami mencoba untuk meningkatkan kapasitas wartawan di lingkungan Muhammadiyah, melalui ukuran ukuran yang ditetapkan oleh Dewan Pers yaitu Uji Kompetensi Wartawan,” lanjut Edy.
Awal Mula UKW di Muhammadiyah
Muhammadiyah awalnya ingin mengajukan lembaga uji kompetensi sendiri ke Dewan Pers. Namun, Dewan Pers mensyaratkan organisasi tidak boleh menjadi lembaga uji kompetensi. Hanya kampus dengan program studi komunikasi yang berumur 25 tahun lebih yang diperbolehkan.
Universitas Muhammadiyah Jakarta adalah satu-satunya yang memenuhi syarat tersebut. Oleh karena itu, mereka menghubungi Bu Endang Sulastri untuk mendirikan lembaga uji kompetensi. UMJ dan MPI mengajukan permohonan ke Dewan Pers. Prosesnya memakan waktu lama, melalui evaluasi dan verifikasi program studi.
Dua tahun lalu, UMJ dan MPI disetujui sebagai lembaga penguji. Salah satu syaratnya adalah mengadakan uji kompetensi wartawan setiap tahun. Hingga sekarang, mereka sudah mengadakan ujian sebanyak sepuluh kali. Semua biaya ujian ditanggung sendiri oleh lembaga.
Lembaga yang sudah lama berdiri mendapat bantuan dari Dewan Pers. Program ini berkaitan dengan undang-undang pokok pers dan peningkatan kapasitas wartawan. Ada target sekian ribu wartawan yang harus mendapat sertifikasi.
Ada kemungkinan wartawan yang mengikuti UKW tidak lulus. Hal ini terutama terkait pemahaman soal jurnalistik dan tulis-menulis. Nilai standar kelulusan rata-rata 70 untuk masing-masing mata uji. Tim penguji membahas bersama untuk menentukan kelulusan.
Sebagai warga Muhammadiyah, keprihatinan terhadap banyaknya tulisan di media sosial yang sulit dipertanggungjawabkan. Tulisan jurnalistik menyajikan fakta berdasarkan cek dan ricek dari berbagai sumber. Diharapkan tulisan di media sosial memiliki nilai jurnalistik.
Setiap orang sekarang bisa menjadi jurnalis, termasuk jurnalis netizen dan media sosial. Idealisme wartawan adalah menyampaikan pesan yang dapat dipertanggungjawabkan. Banyaknya berita hoax, disinformasi, dan berita palsu tidak sehat untuk masyarakat. Tujuan memberikan informasi yang benar adalah untuk memperbaiki situasi ini. (*)
Penulis Dahlansae Editor Wildan Nanda Rahmatullah