PWMU.CO – Salah satu alumni SMA Muhammadiyah (Muha) lintas angkatan yang juga merupakan pelaku sekaligus saksi sejarah berdirinya SMA Muha Genteng Bapak Muta’adib Dardiri mengunggah tulisan lewat grup WhatsApp pukul 14.24 WIB pada Selasa (16/7/2024).
Dalam unggahannya tersebut, beliau menuliskan pesan yang berisi pengalaman serta peristiwa berkesan tentang SMA Muha Genteng.
Berawal dari jarum kalender tahun 1979/1980 aku menginjak dan menyentuh kulit SMA Muha Genteng, tepatnya di angka 12 Maret 1980 ketika SMA itu berusia satu semester lebih. Pada waktu itu, SMA Muha masih masuk sore sehingga saya masih bisa menyambi pada pagi harinya di SMEA Muhi dan ke SMP Walisongo Temuguruh.
Dalam waktu singkat dan cepat, saya langsung ditunjuk sebagai waka kesiswaan, adapun peristiwa yang sangat berkesan.
Pertama, nyumet (menyalakan) lampu petromaks setiap sore karena jam terakhir itu setelah Maghrib. Anehnya, anak-anak jarang berani untuk bolos karena sangat takut kepada jempol besar yang dapat membuat suasana gelap dan klemun-klemun kepala.
Kesan kedua yaitu pada saat ada peristiwa yang disebut sebagai peristiwa gadis 80 yang merupakan peristiwa demo murid-murid seluruh sekolah di Genteng. Penyebabnya karena adanya rentetan peristiwa di Kota Solo (pertikaian Jawa dengan Cina).
Pada saat itu murid-murid SMA Muha pulang pukul 19.00 WIB bertepatan dengan meletusnya demo di tengah kota Genteng, otomatis, anak-anak yang pulang lewat jalur itu banyak yang ditangkap polisi.
Tiba-tiba ujug-ujug mak jegagik kepala sekolah pak H Abdul Mun’im saat itu diciduk bersama pak Kahfi dan pak ketua Cabang saat itu H Wahab. Tujuannya untuk diarak serta dikeler dengan mobil polisi yang terbuka itu. Hal tersebut membuat murid-murid SMA Muha banyak yang ditahan di Banyuwangi juga.
Besoknya, saya beserta bapak dan ibu guru bingung ditinggal induk semangnya yaitu H Abdul Mun’im tetapi kegiatan belajar mengajar saat itu harus tetap berjalan. Pada waktu itu, ketua OSiS nya masih saudara dengan Mat Khasan yang juga ikut ditahan di Banyuwangi bersama Joko Ismail dan beberapa teman lainnya.
Itulah beberapa kesan yang saya kenang ketika berada di awal-awal berdirinya SMA Muha tercinta. Selamat berulang tahun untuk SMA-ku jaya terus kampusku, Ilmuku serta Islamku terpadu disini dan dimanapun aku berada. Aku tidak bisa melupakanmu. (*)
Penulis Abdul Muntholib Editor Ni’matul Faizah