PWMU.CO – Sampai tahun 90-an atau awal 2000-an, cerita tentang Pasar Seng masih terdengar dari orangtua kita yang berhaji atau berumrah.
Tapi, kini, cerita Pasar Seng itu sudah berganti. Sejak tergusur sekitar tahun 2008 untuk perluasan Masjid Al Haram, Pasar Seng kini tinggal kenangan: tentang pasar yang menawrakan harga “miring”, sehingga menjadi “surga” bagi jamaah hajia dan umrah untuk membeli oleh-oleh.
(Baca: Wow! Diburu Jamaah Haji, Bakso Mang Oedin Jeddah Beromset Rp 1 Milyar Sehari)
Kini era Pasar Seng itu tergantikan oleh Pasar Jaafaria atau Jafaria Sauq. Sama seperti Pasar Seng, Pasar Jaafaria juga menarik jamaah haji, mayoritas Indonesia, karena harganya yang murah. “Harga grosir”, begitu Pasar Jaafaria dikenal.
Terletak sekitar 2 KM dari Masjid Al Haram, Mekah, Arab Saudi, tepatnya di sebelah Masjid Jin, Pasar Jaafaria menempati lantai dasar dari beberapa bangunan hotel yang ada di sekitar daerah itu.
Berbagai kebutuhan oleh-oleh haji tersedi di situ. Mulai sajadah, parfum, aneka baju khas Arab Saudi, aneka cindera mata, kurma, coklat, aneka kacang Arab, alat-alat elektronik, tasbih, perhiasan atau jam tangan. Ada pula money changer dan ATM.
PWMU.CO pun mencoba membuktikan kebenaran miringnya harga di Pasar Jaafaria, Kamis (14/9). Dan terbukti harga-harganya lebih murah dibanding dengan di toko-toko sekitar maktab Indonesia. Sebagai contoh, minyak Zaitun merek Oliveka 250 ml di Jaafaria bisa didapatkan dengan harga 10 SAR. Sementara di toko sekitar maktab dibandrol 15 SAR.
Bahkan harga bisa selisih separoh. Parfum Al Rehab 8 ml misalnya, jika di toko sekitar maktab dibandrol 5 SAR, maka di Jaafaria harganya hanya separoh dari itu.
Tapi, seperti umumnya toko-toko di Mekkah, pembeli harus pandai-pandai menawar. Bahkan beda hari, bisa beda harga untuk barang yang sama. Seperti yang dialami oleh Siti Rodhiyah, salah satu jamaah haji dari Gresik. Kepada PWMU.CO Kamis (14/9) dia mengaku mendapat harga berbeda di hari yang berbeda “Kemarin sajadah ini saya beli 35 Riyal, eh hari ini 30 Riyal,” ujarnya. Rupanya semakin mendekati selesainya musim haji, harga semakin “dibanting”.
(Baca juga: Selain Mengelilingi Kabah, Ternyata Ada Tawaf Versi Lain)
Abdurrahman, salah satu penjual sajadah dan hambal kepada PWMU.CO menyampaikan bahwa dalam setahun ada dua momen di mana omset penjualan meningkat tajam. “Musim haji dan bulan Ramadhan,” ujarnya dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Sayang dia tidak mau mengaku berapa omset per harinya. “Hadza min fadlillah (semua itu kelebihan dari Allah),” katanya berkilah. Yang bisa dia sampaikan, bahwa tempat dia berjualan itu disewa dengan harga 500.000 SAR per tahun (1 SAR = 3.700 IDR).
Di Pasar Jaafaria, menawar bukan hal tabu. Apalagi hampir semua penjual bisa berbahasa Indonesia. Jika pun harga penawaran terlalu rendah, para penjual itu hanya bilang, “Indonesia bakhil.” Ungkapan serupa biasanya juga dialamatkan pada penjual, jika harga tidak bisa ditawar sesuai keinginan pembeli. “Jangan bakhil,” begitu jurus pembeli Indonesia.
Tapi Pasar Jaafaria bukan dimonopoli pembeli Indonesia. PWMU.CO sempat menemukan pembeli dari Malaysia, Thailand, dan Afrika.
Jadi, jika Anda umrah atau haji, jangan lupa mampir Pasar Jaafaria. (MN)