PWMU.CO – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Sa’ad Ibrahim MA menjelaskan tafsir Kitab At-Thabari dalam Qs An-Nahl ayat 125.
Penjelasan itu disampaikan dalam acara pembukaan Konsolidasi Nasional Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Acara yang mengusung tema “Penguatan Strategi Dakwah, Kaderisasi, dan Sistem Informasi Tabligh” ini dilaksanakan di Sofyan Hotel Cut Meutika Cikini, Menteng, Jakarta, pada Selasa (23/7/2024).
Turut dihadiri Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah KH Fathurrahman Kamal, Lc, MSi, Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Dr. (HC) Adi Hidayat, Lc, MA, serta Duta Besar Palestina untuk Indonesia HE Zuhair Al Dhun.
Dalam sambutannya, Sa’ad Ibrahim menyampaikan terima kasih atas terlaksananya Konsolidasi Nasional Majelis Tabligh. “Saya kira semakin sering diadakan, semakin baik,” ujarnya.
Beliau mengingatkan bahwa banyak ayat al-Qur’an yang mengajarkan tentang dakwah, salah satunya adalah surat an-Nahl ayat 125:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ ١٢٥
“Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik serta debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang paling tahu siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia (pula) yang paling tahu siapa yang mendapat petunjuk.“
Menurut tafsir At-Thabari, “اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ” dimaknai sebagai mentaati Allah. Mentaati Allah berarti mengikuti jalan yang telah ditetapkan-Nya.
Pertama, kata Yai Sa’ad adalah, “بِالْحِكْمَةِ” dalam tafsir At-Thabari dimaknai dengan bi wahyi dan bi kitabi.
“Dalam konteks dakwah, kita diminta untuk menjelaskan wahyu Allah, baik dalam al-Qur’an maupun hadis Nabi. karena bagi Muhammadiyah yang dimaksud Islam pada periode Nabi Muhammad itu adalah sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-sunah al maqbulah.
Kedua, selain “بِالْحِكْمَةِ” kita juga diperintahkan dengan “وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ,” yang dijelaskan dalam tafsir At-Thabari berarti teladan-teladan yang indah. Ketiga, “وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ,” dengan cara yang lebih baik.
Dari ketiga kategori itu, Sa’ad Ibrahim menekankan bahwa dakwah harus dimulai dengan menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi.
“Dakwah dimaknai dengan mengajak orang menerima Islam, yang kadang dimulai dengan memahami ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Satu atau dua ayat bisa membuat seseorang memeluk Islam,” jelasnya.
Selain itu, keteladanan kaum Muslimin juga dapat menarik orang untuk memeluk Islam. “Ada orang memeluk Islam karena melihat keteladanan kaum Muslimin, seperti kebersihan mereka yang selalu diawali dengan wudhu sebelum shalat,” tambahnya.
Pesan Sa’ad Ibrahim
Kiai Sa’ad juga berpesan kepada para mubalig Muhammadiyah untuk menguasai manhaj, sehingga mad’u atau objek dakwah kaya akan pengetahuan dan tidak taklid terhadap satu pandangan saja. “Tugas kita sebagai warga Muhammadiyah adalah mencerdaskan bangsa,” ungkapnya.
Dalam dakwah, para mubalig Muhammadiyah juga harus memperhatikan relasi kuasa agar pesan dakwah tidak mengalami noise atau ditolak sebelum disampaikan. “Saya minta kepada mubalig kita untuk tidak terlalu masuk pada urusan-urusan kecil, apalagi menempatkan Muhammadiyah face to face dengan pihak lain,” katanya.
Kiai Sa’ad menekankan agar para mubalig Muhammadiyah tidak terjebak pada isu-isu banalitas yang hanya menguras energi, seperti perdebatan mengenai nasab yang ramai di media sosial akhir-akhir ini.
“Proses mencerdaskan umat masih panjang. Urusan umat tidak bisa diselesaikan hanya dari tayangan wejangan dakwah melalui media sosial,” pungkasnya.
Penulis/Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan