Silviyana Anggraini (Foto: PWMU.CO)
Silviyana Anggraeni – APIMU Lamongan
PWMU.CO – Di masa se Gen-Z ini, mendidik anak untuk menjadi anak yang patuh memang tidak mudah. Jangankan patuh, anak tidak berbuat onar saja syukur Alhamdulillah.
Mungkin itulah yang dirasakan para orang tua masa kini. Meski berbagai ilmu parenting telah di terapkan tidak lantas seorang anak menjadi yang di harapkan. Zaman sudah berubah, pergaulan anak semakin sulit di kontrol orang tua. Terlebih ketika kecanggihan teknologi yang semakin pesat. Anak yang beranjak menjadi remaja berada di persimpangan jalan, merasa dilema, antara ingin bebas menjadi yang mereka inginkan atau kembali pulang pada aturan dan arahan ayah bundanya.
Contoh kenakalan anak sangat beragam. Mulai dari bolos sekolah, tawuran, pesta miras, pemakaian narkoba bahkan seks bebas. Banyak sekali faktor yang menyebabkan anak menjadi nakal. Yang pertama adalah faktor internal dalam hal ini adalah psikologi dari si anak. Anak bisa melakukan perbuatan kurang baik atau kita anggap nakal kemungkinan besar di sebabkan oleh psikologi yang sedang di alaminya seperti merasa diabaikan/tidak di perhatikan, tidak merasa aman dan nyaman, merasa frustasi dll. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pergaulan dan pola asuh keluarga.
Terlepas dari faktor-faktor tadi, sebenarnya apa yang membuat anak tidak patuh dan cenderung menjadi pemberontak. Padahal peraturan itu ada, baik di rumah maupun disekolah. Saat di rumah mereka terikat dengan aturan keluarga, saat disekolah mereka terikat dengan aturan sekolah, begitupun di tempat umum akan ada peraturan di tempat umum. Alasannya cuma satu, mereka anak-anak kurang figur teladan, sosok yang tidak hanya bisa membuat peraturan tetapi juga melaksanakan peraturan tersebut untuk dirinya sendiri. Figur yang tidak hanya bisa melarang tetapi mau dilarang atau ditegur jika melanggar.
Sayangnya seringkali kita sebagai pengasuh tidak demikian. Kita meminta mereka untuk rajin sholat dan mengaji, tapi kita tidak sholat dan mengaji. Kita meminta mereka untuk olahraga tetapi kita tidur setelah sholat subuh. Kita melarang mereka tidak main handphone saat makan tapi seluruh kegiatan kita hampir selalu ada benda tersebut bahkan saat kita di kamar mandi. Subhanallah.
Hari ini banyak sekali metode parenting berseliweran. Ada metode parenting ala timur (asia) atau disebut metode parenting proksimal. Ada pula metode parenting ala barat atau disebut metode parenting distal. Contoh dari parenting ala timur atau proksimal adalah orang tua sangat disiplin dan selalu memberi arahan pada anak, kedekatan dan kontak fisik antara anak dan orang tua berlangsung lama setidaknya hingga mereka dapat benar-benar mandiri seperti tidur bersama hingga usia anak enam tahun dan menyuapi anak hingga bisa makan sendiri. Sedangkan contoh dari parenting ala barat atau distal adalah orang tua cenderung membebaskan anak memilih, jarang memberikan kritik dan lebih sering memuji, tidur terpisah sejak bayi dan makan sendiri sejak usia anak enak bulan.
Lantas metode parenting manakah yang paling bagus untuk kita terapkan? Dalam Islam ada tiga tahapan dalam mendidik anak. Tahapan yang pertama adalah saat anak berusia 0 sampai 7 tahun. Pada usia ini anak adalah peniru yang baik maka berikan contoh perbuatan yang nantinya akan di tiru olehnya. Kita dapat memperlakukannya seperti raja agar kelak dia juga memperlakukan orang tuanya seperti raja. Di usia ini mereka senang di sayangi, di layani, di puji, di perhatikan. Tahapan kedua adalah saat anak berusia 8 sampai 14 tahun. Di usia ini mereka harus tahu antara hak dan kewajiban. Mereka juga dapat membedakan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu kita harus memperlakukannya seperti tawanan. Berikan hadiah atau hukuman sebagai konsekuensi pilihannya. Misal, usia 8 tahun sudah wajib sholat jika anak tidak sholat berikan hukuman yang mendidik. Sebaliknya jika dia puasa penuh di bulan ramadhan kita bisa memberinya hadiah sebagai bentuk penghargaan.
Tahapan ketiga adalah saat anak berusia 15 sampai 21 tahun. Di usia ini anak sudah memasuki akil baliq yang mengalami perubahan secara fisik maupun psikis. Orang tua harus memposisikan diri sebagai sahabat. Agar anak dapat bersikap terbuka. Bekali anak dengan berbagai keahlian untuk bekalnya di masa depan seperti menyetir sepedah/mobil, memasak, dll. Berikan kepercayaan kepadanya atas sesuatu untuk melatih sikap tanggung jawabnya.
Dalam menghadapi anak yang nakal/pemberontak perlu disadari oleh para orang tua bahwa pendidikan itu sebuah proses. Proses itu panjang. Maka kesabaran adalah kuncinya. Jika proses itu dijalani dengan sungguh-sungguh maka hasilnya insyaAllah akan baik juga, seperti yang kita harapkan. Karena setiap anak yang lahir dari rahim ibunya adalah fitrah. Karena dalam kondisi fitrah, setiap anak pasti menyukai kebaikan (ma’ruf) dan membenci keburukan (mungkar). Orang tuanyalah yang membentuknya, entah menjadi orang yg beriman atau orang yang ingkar. Berikut haditsnya yang diriwayatkan Abu Hurairah RA: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pendidikan yang baik juga harus di imbangi keteladanan. Keteladanan yang paling utama datang dari orang tuanya. Sayangnya seringkali kita sebagai orang tua hanya sibuk memberi aturan, larangan dan kritikan. Kita menginginkan anak yg baik, pintar, patuh dan sebagainya tapi kita lupa terlebih dahulu menjadi contoh untuk mereka. Ada juga suatu kondisi dimana orang tua sangat memaksakan pola pikir, cara pandang, kesukaan kepada anak mereka. Padahal anak adalah pribadi yang seutuhnya, mereka bukanlah bagian dari ayah ibunya, dimana ayah ibunya berhak mengatur seluruh kehidupannya. Maka dari itu sahabat Ali bin Abi Thalib berpesan “didiklah anak-anakmu sesuai zamanya bukan zamanmu, karena mereka tidak hidup di zamanmu”.
Editor Teguh Imami