PWMU.CO – Cara pandang yang salah dalam mengelola masjid disampaikan oleh Ketua II Takmir Masjid Jogokariyan Yogyakarta Muhammad Fanni Rahman SIP saat pertemuan di aula masjid, Ahad (28/7/2024).
Pertemuan ini diadakan dalam rangka berbagi pengalaman pengelolaan manajemen masjid Jogokariyan Yogyakarta.
Sebanyak tiga rombongan jamaah yang mengikuti pertemuan ini. Yaitu rombongan jamaah dari Jakarta, jamaah dari Tegal, dan rombongan rihlah mubaligh Muhammadiyah Banyuwangi.
Mengawali pemaparannya Muhammad Fanni Rahman membacakan ayat Al Quran Surat At Taubah 18. Di ayat ini dijelaskan orang yang menjadi pemakmur masjid Allah.
Selanjutnya dia menjelaskan pengertian masjid yang makmur adalah masjid yang selalu ramai dikunjungi jamaah untuk shalat lima waktu sehingga orang senang shalat dan beraktivitas di masjid. Hal tersebut karena keberkahan dan kemanfaatan yang mereka rasakan.
“Jadi ada dua indikator masjid makmur. Yaitu jamaah shalatnya banyak serta barakah dan manfaatnya dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Cara Mengelola Masjid yang Benar
Dia pun juga menjelaskan cara pandang yang keliru/salah dalam mengelola masjid. Pertama, hanya mengurusi bangunan masjid, tidak mengurusi kebutuhan jamaah. Dan tidak mempunyai peran menyelesaikan problem masyarakat.
“Padahal di ayat itu kata shalat digandengkan dengan kata zakat,” tegasnya.
Kedua, pengurus bertindak sebagai penguasa bukan sebagai pelayan jamaah.
“Dan yang ketiga tidak berfikir bagaimana cara menghadirkan orang untuk shalat jamaah ke masjid,” ulasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan yang hadir tabligh akbar banyak, namun tetap saja yang rutin shalat jamaah sedikit.
“Tidak ada rencana aktivitas dan alokasi dana untuk membuat jamaah semakin banyak,” imbuhnya.
Muhammad Fanni Rahman berbagi pengalaman mengelola Masjid Jogokariyan yang berdiri pada tahun 1966 ini. Selama 34 tahun jamaahnya biasa saja. Maka tahun 2000 cara pandang mengelola masjid diubah. Dengan tagline, Masjid sebagai Sumber Kesejahteraan Rakyat. Di tahun 2024 ini memiliki saldo zakat, infak, dan shadaqah (ZIS) sebesar 13,6 milyar.
Oleh karena itu, kata Muhammad Fanni Rahman, takmir itu adalah pelayan masyarakat. Takmir harus mengerakkan orang untuk jamaah. Dia juga harus mengelola uang sesuai perintah Allah, katanya.
Contohnya seperti mengurusi ekonomi warga yang tidak mampu. Membayarkan hutang bagi orang yang tidak sanggup membayarnya. Juga memberi ongkos untuk biaya pulang seorang musafir yang kehabisan bekal perjalanan.
Pertemuan ini berlangsung dengan tertib dan diakhiri dengan ramah-tamah. Rombongan rihlah mubaligh Muhammadiyah Banyuwangi segera pamitan untuk melanjutkan rihlah ke Muhammadiyah Boarding School (MBS) di Sleman Yogyakarta. (*)
Penulis Taufiqur Rohman Editor Amanat Solikah