PWMU.CO – Proposal Program Peningkatan Kapasitas (PPK) Ormawa yang terdiri dari 15 halaman dengan BEM FK UM Surabaya sebagai pengusul itu berhasil mendapatkan pendaana Dirjen perguruan tinggi (Dikti).
Adyatma Eka Estiawan sebagai ketua tim mengusulkan program pembinaan peran kader desa sehat melalui partnership community system dalam penanganan penyakit metabolik dan stunting.
Adyatma menyebutkan sejak bulan Juni lalu, dirinya bersama 15 orang anggota BEM melakukan studi pendahuluan di Desa Deketagung, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan.
Hasilnya diketahui bahwa jarak antara desa dengan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama terbilang cukup jauh, yaitu tujuh kilometer.
“Bidan desanya hanya satu dengan cakupan wilayah empat dusun, kami rasa itu kurang efektif,” sambung Aufandra anggota tim PPK.
Menanggapi tren penyakit saat ini, Adyatma dan Aufandra sepakat bahwa akar permasalahannya berawal dari pengetahuan.
“Orang jaman dulu memahami Diabetes itu tentang makanan manis,” ungkap Aufandra.
“Dalam bahasa Inggris glukosa artinya gula. Nah, ini diartikan orang-orang sebagai makanan manis.
Padahal apapun itu nasi, ikan, ayam, dan lainnya ketika masuk tubuh akan jadi gula dalam jalurnya masing-masing,” jelas mahasiswa FK semester lima ini.
“Ada yang namanya glukoneogenesis, glikolisis, dan lainnya yang pada intinya dalam tubuh terjadi perubahan kedalam bentuk gula,” lanjutnya.
“Jadi tidak hanya membatasi makanan manis saja tapi harus mengontrol semua jenis makanan karena memiliki luaran penyakit nya masing masing.
Namun, diutamakan untuk pola hidup sehat seperti harus ada olahraga, paling minimal dan mudah dilakukan seperti senam dan jalan kaki,” ucapnya Aufandra.
Adyatma menambahkan bahwa dalam studi yang dilakukan di desa ini terdapat fenomena bosan minum obat dan minum obat tanpa peresepan. Hal ini menurutnya tidak benar.
“Pada penyakit metabolik, seharusnya pasien meminum obat secara rutin, terukur dan sesuai peresepan,” ungkapnya.
Selanjutnya, Aufandra mengambil contoh obat yang sering masyarakat konsumsi secara bebas.
“Methylprednisolone, Dexamethasone, dan obat lain dengan akhiran -one itu obat kortikosteroid yang fungsinya langsung memutus ke rantai pembentukan rasa sakit,” ucap mahasiswa asal Kalimantan Tengah ini.
Menurutnya, obat yang dikonsumsi akan berfungsi dengan baik ketika terimbangi dengan pemutusan rantai penyakit dari sumbernya.
“Kalau masih sering makan lemak, kolesterol tinggi, mau sampai kapan minum obatnya? Karena minum obat pun ada efek sampingnya yang jika berlanjut akan semakin parah,” tuturnya.
Selain minum obat sesuai resep, Ia berpendapat bahwa perlu dilakukan cek gula darah, kolesterol, dan asam urat secara rutin untuk mengontrol kondisi kesehatannya.
Dari persoalan yang telah mereka amati, terumuskan sebuah program untuk peningkatan keterampilan bagi kader kesehatan desa.
“Jadi, kami melakukan rangkaian kegiatan ini biar kader makin luas wawasannya. Bisa skrining kesehatan dan pada akhirnya bisa memberikan rekomendasi rujukan ke fasilitas kesehatan terdekat,” harap Aufandra.
Adyatma mengatakan bahwa program ini akan dilaksanakan mulai bulan Juli sampai Oktober mendatang.
Penulis Rahma Ismayanti Editor Zahra Putri Pratiwig