Ahmad Rusli
Ahmad Rusdi – Pegiat media sosial dan pendidik di MAM 9 Al Mizan Lamongan
PWMU.CO – Sebagian orang ada yang mengatakan bahwa isi itu lebih penting dari pada kulit, kesimpulan seperti ini tidaklah salah, karena memang isi itulah yang akan menentukan hidup seseorang, semakin berisi semakin bermutulah sebagai manusia.
Betapapun demikian, kulit tetap mempunyai posisi penting bagi manusia yang hendak meraih keutamaan. Siapa yang tidak ingin hidup penuh dengan keutamaan, fitrah mengatakan semua tentu ingin meraih keutamaan, hanya orang naif sajalah yang tidak menghendaki kehidupan seperti itu.
Apalagi kita ingat pribahasa jawa “Ajineng rogo soko busono.” Yang kalau boleh saya artikulasikan pribahasa itu maknanya adalah, tubuh manusia menjadi bertuah bila dipenuhi akan haknya, begitu juga sebaliknya tubuh manusia menjadi nestapa bila haknya tercerabut dari akarnya.
Bukankah Tuhan itu sendiri adalah dzat yang indah dan mencintai keindahan, maka kulit sebagai etalase seseorang, harus mendapatkan perhatian yang cukup.
Namun demikian, menjadi tidak seimbang dan bahkan sia-sia bilamana manusia hanya sibuk menggosok kulit, tapi isi tidak ditambah. Mementingkan casing dari pada isi laksana sarang laba-laba, disangkanya sarang itu kokoh padahal rapuh.
Dengan begitu, dapatlah diambil kesimpulan bahwa antara kulit dan isi sama pentingnya, tapi jika disuruh menakar, maka prosentase isi itu harus lebih banyak dibandingkan dengan kulit.
Dalam konteks memberi penilaian seseorang, bentuknya pun beragam, sebagian orang menilai sebatas melihat kulit, biasanya penilaian ini dilakukan oleh orang awam yang mana mereka hanya melihat dengan mata kepala, sedangkan sebagian yang lain menilai dengan berdalam-dalam, mereka tidak hanya menyeksamai yang luar tapi juga merenungi pula yang ada di dalam, dalam melakukan proses identifikasi itu mereka biasanya melibatkan mata batin.
Bukankah penglihatan mata sangat terbatas, taruhlah misal, di waktu siang hari yang amat terik, seketika mata kita melihat hamparan nun jauh di sana, di depan nampak ada gelombang air, setelah didekati teryata air itu tidak ada dan panas belaka. Oleh karena itu dalam melihat sesuatu tidak cukup dengan penglihatan mata, namun mata batinpun harus ikut terlibat di dalamnya.
Dewasa ini masyarakat modern dengan media sosialnya menjadi problem tersendiri, sebab media sosial adalah etalase paling menarik untuk memoles kulit, hal semacam ini memang ada baiknya untuk membranding diri, namun yang patut disayangkan sebagian dari mereka hanya fokus pada sisi luarnya dan lupa menambal yang rumpang di dalam.
Kebiasaan masyarakat seperti itulah yang mengakibatkan sumber daya manusia tidak bertambah mutunya, malahan sumber daya alam yang semakin berkurang, dan ini bahaya untuk manusia di masa depan.
Agama Islam sendiri mengajarkan kepada umatnya untuk terus mengisi diri dengan ilmu pengetahuan, sembari tidak melupakan tampilan luar.
Inilah kenapa di dalam syariat agama islam, shalat misalnya, ketika seorang hamba hendak mengerjakan shalat, saat dia mengambil air wudhu, yang dibasuh adalah anggota badan, mulai dari wajah, tangan, kepala sampai dengan kaki, itu semua adalah anggota badan yang tampak dari luar.
Supaya jiwa juga terlibat dalam proses berwudhu yang menjadi syarat sahnya shalat itu, maka hadirkan juga perasaan bahwa wajah itu tempatnya khilaf dan salah, dengan dibasuhnya wajah harapnya basuhan itu dapat merontokkan noda kesalahan yang keluar dari muka, dan begitu seterusnya, sehingga ketika shalat ditegakkan sudah dalam keadaan bersih secara dohir dan batin.
Editor Teguh Imami