Oleh Abdullah Sidiq Notonegoro – Anggota Majelis Pustaka Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jatim
PWMU.CO – Sudah selayaknya Kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Yudian Wahyudi untuk mundur — atau bila perlu dimundurkan — dari jabatannya. Sebagai seorang yang bertanggung jawab atas pembinaan ideologi bangsa dan negara, Yudian tidak mencerminkan pribadi atau karakter seseorang yang Pancasilais.
Kebijakannya sebagai Kepala BPIP yang diskriminatif — yaitu melarang anggota Paskibraka putri 2024 mengenakan jilbab — benar-benar sangat melukai dan menodai Pancasila sebagai dasar negara yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa.
Mengutip dari situs resminya BPIP — yang mungkin tidak pernah dibaca dan dipahami oleh Yudian — bahwa BPIP adalah lembaga yang berada langsung di bawah Presiden Republik Indonesia, dengan tugas utama menjaga, mengembangkan, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pernyataan Yudian bahwa tidak ada paksaan untuk melepas jilbab bagi anggota Paskibraka putri tersebut sebagai isapan jempol belaka. Yudian seakan berbicara dengan anak kecil yang tidak mampu menangkap hal yang tersirat dibalik ucapannya tersebut. Surat pernyataan bermaterai yang harus ditandatangani oleh anggota paskibraka sebagaimana yang dikatakan oleh Yudian merupakan jebakan yang mengakibatkan anggota paskibraka tidak berdaya.
Semestinya sebagai Kepala BPIP Yudian paham bahwa kebijakannya itu tidak selaras dengan Pancasila yang sangat mendukung keragaman, dan bukan keseragaman. Andai pun kemudian ada keseragaman, tidak selayaknya memberangus keseragaman yang sifatnya lebih fundamental. Jilbab bukanlah bagian dari budaya populer, namun jilbab mengandung aspek budaya sakral yang harus dihargai oleh siapapun. Pemaksaan untuk melepaskan jilbab dengan cara apapun merupakan penodaan agama dan sekaligus pelecehan terhadap Pancasila.
Sebagaimana telah menjadi perbincangan umum, pengukuhan anggota Paskibraka 2024 oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN), Selasa (13/8/2024), tercatat ada 18 anggota Paskibraka perempuan yang awalnya mengenakan jilbab, namun saat dikukuhkan di IKN tidak mengenakan jilbab. Pihak pemerintah — dalam hal ini Kementerian Olahraga — menjelaskan bahwa pembinaan anggota Paskibraka telah menjadi wewenang BPIP. Berawal dari tragedi itu, aroma busuk itu pun terhirup keluar dan menimbulkan kegaduhan.
Anggota Paskibraka yang diambil dari seluruh penjuru negeri dengan berbagai keanekaragaman merupakan ilustrasi penghargaan dan penghormatan terhadap aspek perbedaan yang fundamental. Pelepasan jilbab oleh anggota paskibraka bukanlah bagian dari kesukarelaan dalam mematuhi peraturan yang ada, namun merupakan tindakan penyalahgunaan aturan oleh BPIP dengan memanfaatkan ketidakberdayaan dalam merespon ‘ancaman’ jika mereka tidak menanggalkan pakaian keagamaannya.
Menuju Sekularisasi?
Mungkinkah BPIP sedang menerima proyek untuk menancapkan nilai-nilai sekulerisme dalam kehidupan? Apakah Yudian memiliki cita-cita untuk menanamkan ideologi sekuler ala Prancis dengan mendesakralisasi Pancasila sebagai ideologi nasional yang digali dari nilai luhur bangsa?
Prasangka jelek ini mungkin juga sangat cukup beralasan, karena sudah beberapa kali Yudian sebagai Kepala BPIP melakukan kebijakan-kebijakan yang kontroversial dan mendiskreditkan agama, utamanya agama Islam. Sebelum kasus terbaru terkait dengan kebijakan kontroversial kewajiban melepas jilbab pemaksaan bagi anggota Paskibraka 2024 yang sejak awal sudah mengenakan jilbab, Yudian pada tahun 2020 juga pernah tersandung polemik karena membuat pernyataan “agama menjadi musuh terbesar agama”.
Sama halnya dengan kasus pelarangan anggota Paskibraka memakai jilbab, terkait pernyataannya yang mengatakan agama menjadi musuh terbesar agama pun Yudian berkelit dengan narasi “jangan menghadap-hadapkan agama dengan Pancasila”. Ketika dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada Februari 2020, Yudian pun menjawab berbelit-belit setelah mendapat kritikan tajam dari anggota dewan.
Bahkan sebelum dikukuhkan oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala BPIP, Yudian yang sebelumnya menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga juga sempat mengukir prestasi kontroversial, yaitu melarang mahasiswi menggunakan cadar dengan tanpa alasan yang layak dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Pendek kata selama menjadi Kepala BPIP, Yudian belum pernah menorehkan prestasi apapun kecuali kebijakan dan pernyataan yang kontroversial dan membuat gaduh publik. Hal itu berbeda dengan pendahulunya Yudi Latif meski hanya menjabat selama 1 tahun dan kemudian mengundurkan diri tanpa ada yang mengerti faktor penyebabnya.
Bagaimana Idealnya Kepala BPIP
BPIP merupakan lembaga strategis negara yang memiliki tugas untuk memastikan bahwa ideologi Pancasila tetap menjadi landasan kuat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, lazimnya penanggung jawab lembaga ini adalah pribadi yang tidak sekedar memiliki kekuatan intelektual tentang Pancasila, namun yang tidak kalah pentingnya adalah memiliki kekuatan moral Pancasila. Sebagai lembaga yang strategis, dalam struktur kenegaraan BPIP tidak bertanggung jawab kepada kementerian, namun langsung kepada Presiden.
Pengambilalihan tanggung jawab rekrutmen calon anggota Paskibraka yang semula dipegang oleh Kemenpora dan kemudian (sejak 2020) dialihkan ke BPIP merupakan penegas bahwa BPIP merupakan lembaga penting dan strategis dalam membina putra-putri terbaik negeri yang akan bertugas mengibarkan dan menurunkan Bendera Pusaka atau duplikatnya.
Tugas BPIP terhadap anggota Paskibraka tidak hanya sekedar melatih menjadi petugas pengibar dan penurun bendera pada upacara Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI, lebih dari itu juga menyiapkan mental dan moral anggota Paskibraka agar memiliki jiwa nasionalis dan patriotis. Karena itu, pembinaan para Duta Pancasila Paskibraka itu jangan sampai salah arah dan salah asuhan.
Belajar dari berbagai hal kontroversial yang diciptakan oleh Yudian Wahyudi terkait perannya sebagai Kepala BPIP, Presiden Jokowi perlu mendengarkan suara publik yang menyarankan agar Yudian Wahyudi dicopot dari jabatannya. Selanjutnya, dalam pengangkatan Kepala BPIP harus benar-benar dilakukan dengan sangat selektif dengan akurasi tinggi. Seorang Kepala BPIP tidak hanya memahami seluk beluk Pancasila secara totalitas, namun juga mampu mencerminkan tindak tanduk (perilaku) yang berjiwa Pancasila.
Seperti apakah berjiwa Pancasila itu? Yaitu sikap perilaku yang menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup. Pandangan hidup Pancasilais antara lain adalah pandangan hidup yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan dengan cara memberikan kebebasan dalam menjalankan agama dan keyakinan tanpa ada rasa terintimidasi, menghormati hak berkeyakinan yang diwujudkan dalam bentuk sikap toleransi terhadap keragaman, dan menghargai keragaman sebagai kekayaan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah