PWMU.CO – Dalam rangka peringatan HUT Ke-79 Republik Indonesia, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal Lc MSi, menyampaikan pesan mendalam melalui akun Instagramnya, @fathurrahmankamalofficial, pada Sabtu (17/8/2024).
Pesan ini mengangkat tema pentingnya integrasi nilai-nilai keislaman dengan identitas kebangsaan Indonesia.
Fathurrahman Kamal memulai dengan mengingatkan sejarah dialog intelektual yang terjadi di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
Pada 31 Mei 1945, Ki Bagus Hadikusumo, Ketua PP Muhammadiyah kala itu, dengan tegas menyatakan harapannya agar negara Indonesia yang merdeka dapat berdiri kokoh berdasarkan ajaran Islam.
Pada pidato 1 Juni 1945, Soekarno juga menegaskan bahwa meskipun dirinya bukan seorang yang sempurna dalam menjalankan ajaran Islam, hatinya tetap memancarkan keimanan.
Dialog ini kemudian menghasilkan “Gentlemen’s Agreement” yang tertuang dalam Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945, di mana Sila Pertama menyatakan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Kesepakatan ini akhirnya mencapai kompromi lebih lanjut pada Sila Pertama Pancasila yang kita kenal saat ini, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sebagaimana disepakati dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.
Fathurrahman juga mengutip Dekrit Presiden 5 Juli 1959, di mana Presiden Soekarno menegaskan bahwa Piagam Jakarta mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan satu kesatuan dengan konstitusi tersebut.
Hal ini, menurut Fathurrahman, menjadi dasar lahirnya Kompilasi Hukum Islam yang mendapatkan eksistensi legal konstitusional dalam kehidupan hukum nasional Indonesia.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mengakar pada jiwa, pikiran, dan nilai-nilai Ketuhanan yang berbasis Tauhidullah (QS Al-Baqarah: 163).
Semangat ini semakin diperkuat dengan Pasal 29 UUD 1945 yang menjamin kebebasan umat beragama untuk menjalankan keyakinan mereka.
“Indonesia adalah negara Pancasila yang religius, bukan negara sekuler yang memisahkan atau menjauhkan nilai-nilai ketuhanan dari kehidupan kebangsaan dan kenegaraan,” ungkap Fathurrahman.
Dalam penutupnya, Fathurrahman Kamal menegaskan bahwa Pancasila, meskipun bukan agama, substansinya sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Integrasi ini menciptakan harmoni antara keislaman dan keindonesiaan, yang mencerminkan cita-cita Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafûr, sebuah negeri yang baik dan mendapat ampunan dari Allah.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan