PWMU.CO – Drama kolosal turut meriahkan kegiatan upacara bendera peringatan HUT Ke-79 RI di SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik, Sabtu (17/8/2024).
Drama kolosal ini ditampilkan di lapangan basket Spemdalas sebagai bentuk hiburan setelah upacara bendera. Sejumlah 49 siswa Spemdalas menampilkan adegan masa perjuangan melawan Belanda.
Pelatih drama kolosal sekaligus guru seni Spemdalas, Bambang Hermanto SSn menceritakan alur cerita drama kolosal.
“Adegan diawali dengan 3 orang tentara Belanda yang dipimpin oleh seorang Jenderal. Diiringi rekaman suara berbahasa Belanda, memberikan kesan mereka siap untuk menguasai Indonesia dengan segenap kekuatan,” terangnya.
Dia menuturkan, kemudian adegan berganti dengan sekelompok pasukan pejuang Indonesia dengan membawa senjata berupa tongkat dan miniatur senapan. Bendera merah putih juga tampak dikibarkan.
“Jika merah putih sudah dikibarkan, tak satu pun bendera penjajah yang boleh berkibar,” ucap seorang pejuang yang segera ditimpali dengan tak kalah semangat.
“Kita arek Suroboyo berani mati untuk kemerdekaan Indonesia,” katanya berapi-api dan segera disahut pekik Merdeka oleh pejuang yang lain.
Cerita berlanjut dengan menampilkan latar di sebuah pasar. Beberapa siswa mengenakan kostum kebaya, berperan sebagai penjual yang menawarkan produk jualannya dan beberapa siswi berperan sebagai pembeli.
“Ikan-ikan, ada ikan bandeng, ikan gurami, ikan lele, jek seger loh,” tawar penjual ikan.
Tak mau kalah, penjual sayur menawarkan dagangannya, “Sayur-sayur, ayok sayure jek seger, monggo ditumbas.”
Dari arah yang lain, muncul seorang siswa yang naik sepeda onthel berteriak di tengah pasar, “Londo ngamuk, Londo ngamuk.”
Seketika suasana panik muncul, pembeli dan penjual berlari berhamburan beserta barang dagangan mereka. Untuk menghidupkan suasana, rekaman suara menampilkan suara pesawat perang tempur yang meraung-raung dan disusul dengan masuknya para pejuang serta pasukan musuh yang baku tembak.
Tak lama kemudian, Jenderal Belanda jatuh tertembak. Begitupun pejuang Indonesia, beberapa orang gugur tergeletak. Terdengar puisi dibacakan oleh sekelompok siswa sambil berjalan.
Ketika puisi berhenti, terdengar paduan suara menyanyikan lagu Gugur Bunga sembari menutup jenazah pejuang Indonesia dengan kain kafan dan duduk di atas jenazah hingga lagu berakhir.
Dihubungi setelah pementasan, Bambang merasa terkesan dengan penampilan anak didiknya. “Mereka dapat larut dalam suasana sehingga nuansa perjuangan dihadirkan kembali,” katanya.
Tak hanya itu, Bambang juga menyampaikan rasa bahagianya karena seluruh tim telah bekerja sama menyiapkan atribut drama kolosal.
“Guru-guru memotong gambar ikan, gorengan, sayur yang akan dijajakan ke penjual di pasar, mengecat sterofoam sebagai miniatur senapan, bahkan meminjam sepeda onthel agar terbangun suasana yang diharapkan.”
Pendapat senada disampaikan oleh pemain drama kolosal yang merupakan Siswa kelas VII, Cahaya Rea. Ia merasa bahagia bisa memerankan penjual gorengan.
“Seakan-akan berada di tengah medan pertempuran, saat suara pesawat tempur diputar dengan kencang. Apalagi teman-teman juga berteriak-teriak sambil berlarian saat adegan awal serangan dari penjajah,” ujarnya. (*)
Penulis Fitri Wulandari Editor Ni’matul Faizah