Silviyana Anggraeni – Pegiat Literasi Apimu Lamongan
PWMU.CO – Mendidik anak bukanlah perkara mudah. Salah langkah bisa mempertaruhkan masa depannya. Memiliki anak yang shalih dan shaliha adalah impian setiap orang tua, karena anak yang shalih merupakan investasi pahala bagi siapa pun yang berkontribusi dalam pembentukannya, termasuk orang tua dan guru.
Hal ini jelas disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam Hadis Riwayat Muslim: “Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.”
Sayangnya, bukan hanya pahala yang bisa mengalir, tetapi juga dosa yang dilakukan oleh anak jika orang tua tidak memberikan pengarahan selama hidupnya. Naudzubillahi min dzalik.
Pendidikan anak umumnya diperoleh dari keluarga, khususnya orang tua, masyarakat yang mencakup lingkungan pertemanan, serta pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan formal melalui sekolah.
Namun, pengemban utama pendidikan seorang anak tetaplah orang tuanya. Guru dan sekolah hanyalah mitra dari orang tua.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Q.S. At-Tahrim ayat 6, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.
Orang tua yang menyadari betul tanggung jawab ini tentu akan totalitas mendidik anak-anaknya. Tidak ada yang lebih utama dari pemberian orang tua selain pendidikan yang baik. Orang tua yang dikatakan sukses adalah yang berhasil menjadikan anaknya shalih.
Nabi Ibrahim A.S. bahkan selalu memanjatkan doa agar diberikan keturunan yang shalih. Doa tersebut tertulis dalam Q.S. Ibrahim ayat 40, yang artinya: Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.
Salah satu kisah yang sangat masyhur dari zaman kenabian hingga sekarang adalah kisah keluarga Imran. Imran bukanlah nabi atau rasul, namun namanya diabadikan dalam al-Quran dalam Surah ali-Imran karena keberhasilannya mendidik keluarganya.
Imran merupakan keturunan Nabi Ya’qub, dan anaknya adalah Maryam, ibu dari Nabi Isa A.S. Iparnya adalah Nabi Zakaria A.S., dan keponakannya adalah Nabi Yahya A.S.
Masih banyak orang yang beranggapan bahwa menjadi orang tua yang sukses adalah yang mampu memberikan harta sebanyak-banyaknya dan memberikan kebanggaan atas kedudukan serta jabatan.
Namun, mereka mengabaikan nilai-nilai penting seperti pemahaman agama dan keteladanan. Akibatnya, anak mungkin sukses secara duniawi tetapi belum tentu dalam hal akhirat. Subhanallah.
Banyak juga orang tua yang menganggap mendidik anak adalah tanggung jawab sekolah dan gurunya, tanpa mereka ambil bagian ketika anak berada di luar sekolah.
Akibatnya, banyak fenomena anak jalanan yang sebenarnya berasal dari keluarga mampu, tetapi memilih hidup di jalanan karena merasa lebih nyaman dengan teman-temannya daripada dengan orang tuanya.
Keteladanan dari Imran seharusnya bisa menjadi inspirasi bagi orang tua untuk menyadari bahwa jika ingin memiliki keturunan yang shalih, mereka harus terlebih dahulu menjadi orang tua yang shalih.
Tahapan pendidikan anak sebenarnya sudah dimulai sejak kita memilih pasangan, bukan saat anak lahir ke dunia. Seperti yang disampaikan oleh Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya Pendidikan Anak dalam Islam.
Memilih pasangan yang berkualitas juga pernah dianjurkan oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Mu’ti, kepada kader Nasyiatul Aisyiyah dalam sebuah acara. Menurutnya, pasangan yang berkualitas akan mampu mendidik anaknya menjadi individu yang berkualitas pula.
Namun, untuk mendapatkan pasangan yang berkualitas, kita juga harus menjadi sosok yang berkualitas. Dengan terus meningkatkan nilai diri sesuai kompetensi yang dimiliki, kita bisa menemukan pasangan yang sepadan.
Memilih pasangan yang berkualitas juga merupakan langkah antisipatif. Sebab, bahkan mereka yang berkualitas pun kadang masih kesulitan dalam mendidik anaknya, apalagi yang tidak berkualitas.
Dalam Hadis Riwayat Bukhari, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Wanita dinikahi karena empat hal: karena kekayaannya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, pilihlah karena agamanya niscaya kamu akan beruntung.” Hadis ini juga relevan dalam memilih laki-laki.
Editor Zahra Putri Pratiwig