Penulis Dzulfikar Ahmad Tawalla
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah
PWMU.CO – Saya bersama Pimpinan Pemuda Lintas Agama melakukan kunjungan ke Vatikan pada (19-21/8/2024). Aliansi ini diwakili oleh PP Pemuda Muhammadiyah, GP Ansor, Pemuda Katolik, GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia), hingga PERADAH (Pemuda Hindu).
Kunjungan organisasi pemuda lintas iman ini bertujuan untuk mempromosikan dokumen abu dhabi, utamanya pada poin ketiga, yakni “Keadilan yang berlandaskan belas kasihan adalah jalan yang harus diikuti untuk mencapai hidup bermartabat yang setiap manusia berhak atasnya”.
Dalam dinamika sejarah keindonesiaan, kunjungan pemuda lintas agama tersebut adalah babak penting dalam sejarah Indonesia modern. Ia adalah perwujudan dari kehendak para pemuda Indonesia untuk terlibat dalam kerja-kerja menata dan membangun perdamaian dunia.
Upaya kolektif untuk membangun keseimbangan antara nasionalisme dengan internasionalisme serupa dengan ungkapan Ir Soekarno, “Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam bumi nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sari internasionalisme”. Gagasan sang proklamator tersebut adalah petunjuk dasar tentang bagaimana merajut relasi antara visi kebangsaan dan misi kemanusiaan.
Kebangsaan Indonesia seperti imajinasi Soekarno bukanlah kebangsaan yang bersifat menyendiri (chauvinisme) dan lepas dari tatanan global (internasionalisme).
Lebih dari itu nasionalisme dan internasionalisme itu berelasi dan bergerak dalam derap langkah yang sama untuk membangun peradaban dan kehidupan kemanusiaan yang lebih baik (Haryono, 2022).
Visi Perdamaian Dunia
Di tengah situasi global yang penuh gejolak, visi perdamaian dunia menjadi landasan penitng untuk menciptakan dunia yang lebih stabil, adil dan kemajuan bersama. Perdamaian dunia itu mendesak ditengah kondisi global saat ini yang sarat konflik dan kekerasan yang berakibat langsung bagi tersumbatnya pembangunan ekonomi, melubernya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tantangan perubahan iklim dan masalah kesehatan global yang tampak masih menghantui kehidupan ummat manusia di dunia.
Indonesia secara khusus dan ASEAN memiliki peran strategis sebagai jangkar perdamaian dunia. Dalam harapan Presiden Joko Widodo, masyarakat Indonesia dan masyarakat ASEAN dipandang mampu untuk menjadi katalisator perdamaian dunia, menjadi caring and sharing community. Tidak hanya menjadi epicentrum of growth, namun juga menjadi epicentrum of harmony yang menjaga stabilitas kawasan dan perdamaian dunia (Kompas, 7/8/2023).
Sebagai bagian dari dunia, Indonesia memiliki modal dan potensi untuk terlibat dalam kerja membangun perdamaian dunia, modal tersebut berkaitan dengan: Pertama, posisi geografis yang strategis. Secara geografis, Indonesia berdiri di atas persilangan Samudera Indonesia, Selat Natuna Utara, dan pasifik. Posisi ini memungkinkan Indonesia menjadi simpul krusial dalam jaringan hubungan internasional (Ermaya, 2023).
Kedua, sebagai negara luas dan bhineka, Indonesia memiliki pengalaman yang cukup besar dalam penyelesaiakn konflik domestik seperti di Aceh dan Papua. Lebih dari itu, Indonesia sesungguhnya dalam sejarah memiliki jejak sebagai mediator perdamaian dunia sejak menjadi inisiator Konferensi Asia-Afrika (1955) hingga saat ini (Hunneman, 2024). Pengalaman dan keberhasilan negara Indonesia dalam misi perdamaian dunia itu dapat memberi contoh keahlian dan keterampilan bangsa ini untuk mengelola konflik dan membangun perdamaian.
Ketiga, Indonesia memiliki modal politik internasional yang cukup untuk membangun perdamaian dunia. Modal politik internasional tersebut berkaitan erat dengan posisi Indonesia sebagai negara non-blok dan bebas aktif. Kondisi ini memungkinkan Indonesia untuk menjadi juru damai ditengah ketegangan konflik internasional. Sebagaimana sejarah merekam, Indonesia menginisiasi lahirnya Gerakan Non-Blok (GNB) yang didirikan pada 1961, gerakan ini utamanya lahir untuk meminimalisir ketegangan dua blok yang terlibat dalam perselisihan (Annisa, 2024).
Keempat, potensi keterlibatan Indonesia dalam perdamaian dunia erat kaitannya dengan posisi strategis Indonesia dalam organisasi dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Asscociation of Southeast Asian Nations (ASEAN), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Posisi ini memungkinkan untuk Indonesia untuk berelasi secara langsung dengan negara-negara lain guna menciptakan harmoni dan perdamaian dunia.
Dengan seluruh modal dan potensi sosial dan politik tersebut, Indonesia beserta seluruh elemen strategis yang ada dalam negara ini perlu terlibat dalam kerja membangun harmoni dan perdamaian dunia sebangun dengan amanat konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
Posisi Negarawan Muda Indonesia
Pemuda Indonesia memainkan peran strategis untuk terlibat dalam kerja membangun perdamaian dunia. Peran strategis itu berkaitan derat dengan potensi para pemuda yang memiliki energi dan kreativitas, penggerak perubahan sosial dan memiliki keterampilan teknologi dan informasi yang cukup untuk menyebarkan, mengorganisir dan membangun kesadaran global. Proyek untuk membangun perdamaian dunia itu tentu tidak lepas dari sifat kenegarawanan para pemuda Indonesia.
Dalam menjalankan misi perdamaian dunia setidaknya negarawan muda Indonesia dapat memainkan peranan strategis: Pertama, negarawan muda Indonesia saat ini perlu terlibat dalam komunitas global untuk mengorganisir dan mengkampanyekan misi perdamaian dunia.
Kedua, negarawan muda Indonesia dapat menjalankan peran sosial untuk mengkampanyekan isu hak asasi manusia, keadilan sosial dan perdamaian. Melalui medium digital yang menyeruak belakangan, pemuda Indonesia dapat berinteraksi secara langsung dengan dunia global.
Ketiga, negarawan muda Indonesia perlu terlibat dalam organisasi dunia yang secara institusional memiliki dampak langsung bagi kerja perdamaian dunia.
Sebagai catatan akhir dari ulasan ini, penulis menyeru kepada seluruh dunia untuk terlibat dalam menata perdamaian dan meminimalisir perang yang destruktif.
Perjuangan untuk perdamaian adalah tujuan utama dan paling luhur dari semangat kemanusiaan global ditengah gulita persoalan global saat ini, mengutip ungkapan Albert Camus (1913-1960), “peace is the only battle worth waging”, perdamaian adalah satu-satunya pertempuran yang layak diperjuangkan.
Editor Azrohal Hasan