Silviyana Anggraeni (Foto: PWMU.CO)
Silviyana Anggraeni – Pegiat Literasi/APIMU lamongan
PWMU.CO – Hari ini banyak wanita berlomba-lomba untuk meraih gelar Pendidikan tinggi, minimal sekolah tingkat atas dan disibukkan dengan agenda pekerjaanya di sebuah perusahaan. Saat itu pula ada sebagian masyarakat yang memiliki pandangan bahwa Pendidikan bagi seorang wanita tidaklah penting. Mereka berpendapat setinggi apapun gelar Pendidikan yang diraih oleh seorang wanita pada akhirnya seorang wanita akan kembali pada kodratnya yakni 3M, Macak (berhias) Manak (melahirkan) Masak (memasak). Mereka akan kembali pada tempat sakralnya yakni kamar, dapur dan sumur.
Anggapan itu tidak sepenuhnya salah dan juga tidak dapat sepenuhnya dibenarkan. Wanita dengan kodratnya yang suka dan harus berhias, melahirkan dan memasak. Tidak menutup kemungkinan juga dapat melakukan pekerjaan lain, seperti, belajar, bekerja dan bermasyarakat. Bahkan dalam sebuah riset yang dilakukan para peneliti Washington University School of Medicine USA, menghasilkan penemuan, bahwa wanita dewasa cenderung lebih cerdas dibanding laki laki seusianya. Artinya tidak ada yang sia sia jika seorang wanita ingin belajar dan meraih Pendidikan tinggi.
Anggapan belajar atau meraih derajat pendidikan bagi wanita hanya dipahami untuk sekedar mencari pekerjaan adalah salah besar, karena, mempersiapkan diri dalam persaingan kerja yang tidak mengenal gender, bukanlah sebuah tujuan yang krusial. Itulah mengapa masyarakat kita ketika ditanya sekolah tinggi untuk apa?, mereka kompak menjawab untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan mapan. Jawaban itu menandakan pola berfikir masyarakat kita masih sempit dan hanya jangka pendek.
Sebelum kita membahas seberapa penting Pendidikan bagi seorang wanita, lebih dulu kita harus mengetahui fungsi dan peranan wanita dalam kehidupan. Karena secara logika semakin banyak fungsi atau peranan seseorang, tentu sangat membutuhkan perhatian lebih, agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Contonya, seperti sebuah sepeda motor atau mobil. Kendaraan ini memiliki fungsi mengantarkan manusia atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain, terutama jika jaraknya sangat jauh. Tentu agar motor dan mobil ini dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, tidak mogok di tengah jalan, karena bensin habis atau mesin rusak, sang pemilik harus memberikan pemeliharaan yang baik dengan cara rutin melakukan servis kendaraan atau tidak telat mengisi bensin.
Begitu juga dengan mahluk hidup seperti wanita. Membutuhkan perawatan yang maksimal, sehingga dapat melaksanakan fungsi dan peranannya yang sangat kompleks. Salah satu perawatan yang harus dilakukan adalah memberikan Pendidikan.
Fungsi dan peranan wanita sebagai mahluk ciptaan Allah Swt, paling tidak ada empat. Pertama, fungsinya sebagai Hamba atau ciptaan yang memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal ibadah dan menuntut ilmu. Kedua, fungsinya sebagai seorang istri pendamping suami. Ketiga, fungsinya sebagai ibu yang notaben adalah madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anak nya. Keempat, fungsinya sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki hak dan kewajiban memecahkan segala permasalahan sosial yang ada.
Melihat begitu banyaknya fungsi dan peranan wanita dalam kehidupan ini, mustahil kita memisahkan wanita dari sebuah Pendidikan, terlebih yang berkaitan dengan Pendidikan agama. Bahkan, peranan wanita terdidik bagi terciptanya generasi cemerlang sangatlah penting. Sebagaimana perkataan Rasulullah “Janganlah kalian menyusukan bayi kalian kepada wanita bodoh, karena air susu akan mewariskan sifat sang ibu.” Hadist Ar Radha’ah, 1/285.
Dalam Islam hukum menuntut ilmu adalah wajib, bagi laki-laki maupun wanita. Dalam Hadist Riwayat Ibnu Abdil Barr Rasulullah SAW bersabda “Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan.”
Meski sama-sama diwajibkan dalam menuntut ilmu wanita dan laki-laki tetap memiliki peranan yang berbeda dalam mengimplementasikannya. Katakanlah laki-laki belajar untuk kelak dapat bekerja menghidupi keluarga dan mengatur kehidupan masyarakat.
Sedangkan wanita belajar untuk dapat kembali mendidik generasi penerus yang sholeh-sholehah, yakni anak-anaknya kelak. Meski seorang laki-laki atau ayah juga memiliki kewajiban dan ikut andil dalam mendidik anak, tetap saja seorang ibu yang paling sering berinteraksi dengan anak-anaknya. Pakar politik dari Amerika, Brigham Young pernah berkata ”Jika anda mendidik seorang laki-laki, maka seorang laki-laki akan menjadi terdidik. Jika anda mendidik seorang wanita, maka sebuah generasi akan terdidik.”
Di akhir abad 19 ada sosok R.A Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien yang juga concern terhadap Pendidikan wanita. Para pahlawan ini berjuang melawan tradisi, melawan hal yang dianggap tabu, yakni memperjuangkan Pendidikan bagi wanita dengan cara mereka masing-masing salah satunya membuat sekolah bagi wanita-wanita kelas bawah. Pemikiran dan tindakan mereka banyak menginspirasi wanita Indonesia kala itu, hingga sekarang, salah satunya tentang betapa pentingnya menjadi wanita yang terdidik dan terampil.
Adapun contoh wanita terdidik dan cerdas Indonesia lainnya adalah Siti Walidah. Bersama suami nya K.H. Ahmad Dahlan mereka berupaya memajukan kehidupan kaum wanita, khususnya wanita Muslimah, tanpa memandang status sosial. Siti Walidah tidak hanya punya gagasan, tetapi sudah pada tahap implementasi. Salah satunya mendirikan pengajian perempuan bernama Sopo Tresno yang lambat laun, menjadikan organisasi perempuan terbesar di Indonesia, yaitu Aisyiyah dan putrinya Nasyiatul Aisyiyah.
Layaknya seperti Khadijah bagi Muhammad, Fatimah bagi Ali, Hajar bagi Ibrahim dan Walidah bagi Dahlan. Itulah fungsi perempuan sesungguhnya. Mereka lahir bukan untuk berkompetisi tetapi untuk berkolaborasi. Bukan untuk menyaingi tetapi untuk saling mengisi.
Editor Teguh Imami