PWMU.CO – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah resmi menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) setelah Konsolidasi Nasional akhir Juli lalu. Kini, PP Muhammadiyah terus mengevaluasi IUP tersebut.
Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas menyebutkan bahwa kemungkinan besar Muhammadiyah akan mendapat tambang bekas. Ia akhirnya meminta tim pengelola konsesi tambang untuk mempertimbangkan hal ini secara serius.
“Kemungkinan besar kita dapat lahan bekas. Dan jika itu benar, mestinya tim harus mempertimbangkan hal ini secara serius,” ujarnya.
Mantan pimpinan KPK itu mengatakan bahwa tim saat ini masih melakukan perhitungan. Jika lebih banyak mudaratnya ada kebijakan untuk mengembalikan izin tambang ke pemerintah.
“Kalau tim menemukan perhitungan di lapangan lebih banyak keburukannya, itu ada klausul yang diambil dalam kebijakan PP untuk dikembalikan,” lanjut Busyro.
Busyro memandang bahwa pemberian lahan tambang bekas akan menimbulkan banyak permasalahan. Dia mengatakan bahwa pengalamannya di KPK itu salah satunya menekuni sektor tambang, dan bukan hanya batu bara.
Masalah yang muncul nantinya menurut Busyro dapat meliputi semua aspek, bukan hanya lingkungan tapi juga terkait suap.
“Semua prosesnya, bahkan pengangkutannya dari kapal tongkang satu ke yang lain dan sebagainya, dulu ditemukan banyak suap,” ujarnya.
“Sehingga dulu ada yang namanya pelabuhan tikus. Ada seribu pelabuhan tikus, di mana adi sana itu proses-proses pengangkutan batu bara penuh dengan suap,” lanjut Busyro.
Maka dia menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak mungkin main suap. Jika nanti ditemukan indikasi itu, maka Muhammadiyah akan mengembalikan IUP pada pemerintah.
Busyro juga mengatakan bahwa Muhammadiyah tidak akan memaksakan diri mengelola tambang. Dia memandang dengan mengembalikan IUP pun, Muhammadiyah tetap bisa membiayai segala gerakan yang ada.
“Jadi tidak akan memaksakan. Dengan pengembalian itu Muhammadiyah insya Allah tetap bisa membiayai tiap pergerakannya. Seperti selama ini, kita tidak pernah kekurangan,” pungkasnya. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Azrohal Hasan