PWMU.CO – Ternyata beriman tidak hanya cukup menjadi saleh pribadi. Khusyuk dalam salat dan beribadah wajib saja belum cukup untuk dikatakan sebagai muslim yang sesungguhnya. Mengapa? Karena muslim sesungguhnya adalah muslim yang memiliki dua kesalehan yaitu saleh pribadi dan saleh sosial.
Apa makna saleh pribadi dan saleh sosial diungkapkan oleh Prof. Dr. Thohir Luth, MA pada Pengajian Ahad Pagi yang diadakan Majelis Tabligh PCM Kebomas (24/9).
Lebih lanjut, Thohir Luth menjelaskan bahwa kesalehan sosial adalah kunci memasuki surga Allah. Kesalehan sosial meliputi berbuat baik pada orang lain, menolong sesama, bersedekah, beramal dan berjuang untuk kepentingan ummat.
“Kloter pertama yang masuk surga Allah adalah warga Muhammadiyah. Di mana warganya tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri melainkan selalu memperjuangkan ummat. Mendirikan RS, mendirikan sekolah, membangun rumah yatim piatu, menyantuninya, dan banyak lagi upaya menyejahterakan ummat dilakukan Muhammadiyah” ujar dia, kemudian diamini jamaah yang memenuhi masjid Perguruan Muhammadiyah Giri.
Dia pun mengingatkan bahwa kesalehan sosial inilah yang menjadi dasar perjuangan Ahmad Dahlan saat mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dalam gerakan, Muhammadiyah mengajak dan menjadikan masyarakat menjadi orang yang saleh pribadi dan saleh sosial. Melalui organisasi, semua gerak ibadah dan muamalah menjadi terprogram dan terorganisir.
Dia menambahkan bahwa salat saja tidak cukup. Bahkan dia menyebukan, salat yang dilakukan dengan meninggalkan kepedulian pada orang lain adalah sebuah kerugian.
“Namun begitu kita harus selalu waspada dengan beberapa faham yang mengusik kesalehan sosial kita. Faham tersebut adalah individualistik dan materialistik. Faham ini merembes dari dunia barat yang bermakna tidak peduli pada orang lain dan kecintaan pada materi keduniaan. Gerakan dan faham menjadikan orang kikir, pelit, bakhil, dan tidak peduli pada orang lain. “Jika hati kita diliputi hal ini, maka surga akan jauh dari kita,” tegasnya.
Ada 3 kekuatan yang bisa dilakukan muslim untuk menjadikan dirinya mendapatkan kesalehan pribadi dan kesalehan sosial. Pertama, berlaku istiqamah. Artinya melakukan kebaikan-kebaikan secara terus-menerus walau sedikit.
Kedua, selalu nencari ridho Allah. Dalam beramal dan beribadah kita harus fokus pada tujuan akan keridhoan Allah. “Terlalu murah jika kita melakukan kebaikan dengan mengharap pujian, pengakuan, atau penilaian orang,” imbuh Thohir Luth.
Ketiga, berkomitmen untuk berbuat baik sepanjang hidup. Maknanya, seorang muslim harus menguatkan azam (tekad) untuk menjaga semangat dan keteguhan hati untuk selalu berbuat baik selama hayat di kandung badan.
“Tidak sedikit orang yang melakukan kebaikan sesaat saja dan tidak menjaga komitmennya sehingga kebaikan itu berangsur-angsur akan habis dan hangus. Dia berbuat baik namun setelahnya dia sendiri yang menghapus kebaikan itu dengan cara mengungkit dan menyesali kebaikannya. Maka hal yang demikian akan menghapus nilai kebaikan yang sudah diperbuatnya,” tegasnya.
Pada pengajian ini Thohir Luth juga menyinggung bergantinya tahun dari 1438 ke 1439 H. Menurut dia tahun baru sesungguhnya sebuah pengurangan dari jatah usia dan masa kehidupan manusia. Dengan pergantian tahun bermakna mengurangi jatah hidup manusia. Karenanya, janganlah berspekulasi dengan menunda berbuat baik, karena kematian adalah sebuah keniscayaan.
“Menumpuk kekayaan dan pelit membelanjakan di jalan Allah adalah hal yang tidak baik. Karena kita tidak akan membawa kekayaan dunia ke dalam kubur. Maka lakukan kebaikan dan berupayalah menambah investasi kebaikan sebagai bekal akhirat. (agustine/ilmi)