PWMU.CO – Kajian Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan kali ini menghadirkan narasumber terkemuka, Dr. Drs. H. Oman Fathurrahman MAg, Ketua Bidang Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahad (1/9/2024).
Kajian yang bertemakan “Penerapan Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT)” ini digelar di Masjid Asy-Syifa’ RS Muhammadiyah Lamongan.
Dr. Oman Fathurrahman memulai kajiannya dengan mengisahkan pengalamannya dalam menyusun Kalender Hijriyah Global Tunggal selama 100 tahun ke depan.
“Saya ingin membuktikan bahwa ini bukan hanya omong kosong, tapi benar-benar bagaimana kalender ini bisa diwujudkan,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa proses penyusunan kalender ini dimulai pada 1 Februari 2023 dan selesai pada 31 Juli 2023, dengan menghitung satu persatu dari total 1.200 bulan.
Penyusunan kalender ini, menurut Dr. Oman, bukanlah tugas mudah. “Saya sengaja memulainya pada 1 Februari 2023, karena bertepatan dengan tanggal SK penugasan saya sebagai tenaga pengajar di Universitas Ahmad Dahlan,” jelasnya.
Proyek ini berhasil diselesaikan dalam waktu kurang lebih enam bulan. Bahkan, saat ini, kalender tersebut sudah selesai untuk 200 tahun ke depan, hingga tahun 1645 Hijriyah.
Mengapa Kalender Hijriyah Global Tunggal?
Dr. Oman menjelaskan bahwa kalender adalah sistem penjejak atau penandaan hari-hari dalam aliran waktu tanpa henti, dari masa lalu, masa kini, hingga masa depan, yang harus berdasarkan hisab (perhitungan astronomis).
“Membuat kalender itu harus menggunakan hisab, tidak bisa menggunakan rukyat (observasi langsung),” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kalender merupakan sarana untuk menandai putaran bumi atau rotasinya dengan diberikan nama dan tanda tertentu.
“Selama bumi ini ada, sudah berapa kali ia berputar? Itulah yang dicatat dalam kalender,” katanya. Nama-nama hari seperti Ahad, Senin, dan seterusnya adalah contoh penandaan rotasi bumi. Dalam tradisi Jawa, misalnya, hari-hari juga diberi nama seperti Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.
Mengakomodasi Budaya Lokal
Dr. Oman juga menanggapi surat dari masyarakat yang meminta agar kalender Muhammadiyah tidak mencantumkan nama-nama pasaran Jawa seperti Pon, Wage, dan Kliwon. “Yang salah bukanlah nama-nama tersebut, tapi penggunaannya,” katanya.
Ia menekankan bahwa kalender Muhammadiyah tetap mengakomodasi kebijakan lokal, seperti penggunaan nama-nama pasaran untuk kegiatan keagamaan di Jawa.
Menurut Dr. Oman, kalender yang kita gunakan saat ini, baik Masehi maupun Hijriyah, berfungsi untuk memberi tanda pada putaran bumi.
“Semakin mapan kalendernya, berarti semakin maju peradaban manusia,” ujarnya, mengakhiri kajiannya.
Kajian ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya kalender, baik dari sisi agama maupun budaya, serta bagaimana Muhammadiyah terus berinovasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan umat.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan