M Rusydan Mirwan Hadid – Pengurus Abdinesia
PWMU.CO – Apakah gaya hidup yang ramah lingkungan selalu tidak dapat dipisahkan dari kerumitan di dalamnya?
Saat ini transportasi terhitung menyumbang sebanyak 27% terhadap naiknya suhu temperatur di Indonesia.
Banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang masih memadati jalanan menjadi gambaran jelas mengapa angka tersebut kian tinggi tiap tahunnya. Tercatat, tedapat pertumbuhan sebesar 19% dari penjualan motor pada tahun 2023 di Indonesia.
Angka tersebut dapat diprediksi akan terus tumbuh, kendati subsidi motor elektrik telah secara masih digembor-gemborkan, mengingat kebutuhan masyarakat untuk berpindah dari satu titik ke titik yang lain baru hanya dapat secara ringkas dinikmati dengan memiliki kendaraan bermotor pribadi.
Alternatif-alternatif baru yang dimunculkan melalui bus-bus dengan imbuhan Trans di berbagai kota belum secara keseluruhan mampu menjangkau kebutuhan tersebut. Kondisi tersebut yang semakin meyakinkan masyarakat untuk tetap menggunakan kendaraan pribadinya.
Sistem Bike Sharing Scheme, atau penyewaan sepeda dapat menjadi pelengkap dari sulitnya transportasi umum hari ini untuk menjangkau titik-titik tertentu.
Telah lama berkembang di Eropa, khususnya Belanda, sejak abad ke-20, sistem ini dalam proses pembentukannya bertumpu pada narasi ramah lingkungan.
Pada permulaannya, sistem ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak, tidak terkecuali oleh pemerintah setempat yang pada waktu itu menganggap sepeda merupakan transportasi tradisional yang tidak mendukung status sosial seseorang.
Berbeda dengan kendaraan bermotor, seperti mobil yang diakui kemegahannya oleh masyarakat.
Tantangan juga dihadapi oleh pengusung gagasan melalui tindakan vandalisme masyarakat pada waktu itu dengan mencuri ataupun merusak sepeda yang disewakan.
Namun, pada akhirnya sistem transportasi umum ini diakui kebermanfaatannya, utamanya ketika dipergunakan seseorang untuk mencapai tujuan akhir yang tidak dilalui oleh bus ataupun transportasi umum lainnya.
Salah satu daerah yang telah menggunakan sepeda sebagai alternatif transportasi ini dapat ditemui di Kampung Inggris, Pare, Kediri.
Sebagai tempat yang banyak menjadi tujuan perantauan pelajar, mahasiswa, bahkan pekerja untuk mengasah kemampuan berbahasa inggris, Pare juga menjadi tempat ditemukannya banyak penyewaan sepeda bagi para perantau untuk berkeliling sehari-hari.
Dengan harga yang terjangkau, mereka telah dapat menggunakan jasa sewa sepeda dalam satu bulan. Terbukti, kendati terdapat penyewaan sepeda motor, penyewaan sepeda kayuh masih menjadi pilihan utama dengan alasan penggunannya yang praktis dan tidak memakan biaya lebih.
Sistem penyewaan sepeda di Pare dapat menjadi rujukan pada alternatif transportasi umum yang perlu difasilitasi oleh pemerintah disamping dapat membuka peluang bisnis, tetapi objektif utama tetap berada pada upaya untuk mengurangi potensi pemanasan global.
Skema ini sebetulnya juga terdapat di daerah wisata seperti Bandung ataupun Yogyakarta. Bahkan sistem ini telah dilengkapi dengan fasilitas kecanggihan teknologi yang telah tersedia di Aplikasi.
Kendati demikian, penggunaannya masih sangat minim dikarenakan hanya tersedia di Lokasi yang sentral dengan area wisatawan sehingga sistem ini belum mampu untuk dilakukan secara optimal dalam memberikan alternatif bagi seseorang dalam memilih transportasi yang nyaman.
Penelitian yang dilakukan oleh Warlina dan Hermawan (2020) juga menyebutkan bahwa perlu adanya payung anggaran dari pemerintah untuk mensukseskan program transportasi seperti ini.
Payung dukungan tersebut dapat berupa alokasi anggaran hingga perlindungan hukum yang melegitimasi sistem tersebut.
Demikian, transportasi umum dapat menjangkau kebutuhan masyarakat melalui sistem penyewaan sepeda yang terpadu.
Selain memiliki nilai ekonomis, sistem ini juga menawarkan kebermanfaatan bagi lingkungan dengan tidak berkontribusi terhadap emisi karbon seperti pada kendaraan bermotor pada umumnya.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun