Penulis Andy Rizal Aminulloh – Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
PWMU.CO – Indonesia dikenal sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara dan sering menjadi percontohan bagi negara lain. Dengan ideologi Pancasila yang menjadi dasar kehidupan bangsa, Indonesia seharusnya menjadi teladan dalam penerapan demokrasi.
Menurut Mohammad Hatta, demokrasi berarti kedaulatan rakyat, yaitu kekuasaan rakyat untuk menentukan paham dan roda pemerintahan suatu negara. Kedaulatan rakyat mencerminkan hak dan kekuasaan masyarakat dalam mengatur kehidupan pemerintahan.
Keberagaman yang dimiliki Indonesia—suku, etnis, bahasa, agama, dan kepercayaan—dikelola dengan cemerlang oleh para pendiri bangsa. Sistem demokrasi yang diadopsi merupakan kesepakatan yang ideal untuk menjaga kedaulatan rakyat terhadap kebijakan pemerintah.
Demokrasi, sebagai suatu paham, memiliki empat ide dasar atau The Four Freedoms: kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan memiliki, dan kebebasan berkehendak. Kebebasan-kebebasan ini adalah hak asasi yang melekat pada setiap manusia dan harus dihormati.
Demokrasi memungkinkan keterlibatan rakyat dalam mengawal pemerintahan dan menentukan kebijakan publik melalui pemilu dan perwakilan di dewan. Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi mampu mengakomodasi kepentingan rakyat sesuai dengan kondisi strategis negara. Rakyat berperan penting dalam jalannya negara demokrasi karena mereka memiliki kedaulatan penuh dalam pemerintahan.
Namun, penerapan demokrasi di Indonesia belum mencerminkan idealitas tersebut. Kedaulatan rakyat seringkali terabaikan oleh pemimpin bangsa. Demokrasi yang seharusnya mewakili kepentingan rakyat justru menjadi pemanis dari sisi gelap pemerintahan.
Apabila demokrasi masih sesuai dengan prinsip “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat” (Abraham Lincoln), maka tidak akan ada kriminalitas, masalah, dan konflik yang berkepanjangan.
Pemilu dan Money Politik
Pemilihan umum (pemilu) adalah pilar utama demokrasi, memberikan rakyat kesempatan untuk memilih pemimpin dan menentukan arah kebijakan negara. Namun, fenomena money politik, yakni penggunaan uang atau barang untuk mempengaruhi suara pemilih, mengancam integritas proses pemilu.
Praktik ini merusak prinsip kedaulatan rakyat dan kualitas demokrasi. Money politik sudah menjadi rahasia umum dan semakin dinormalisasi oleh calon pemimpin serta masyarakat.
Praktik money politik sering terjadi di negara berkembang dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana penguasaan uang menjadi jalan pintas untuk merebut kekuasaan.
Ketergantungan terhadap money politik sebenarnya tidak alami, melainkan akibat kurangnya kesadaran dan upaya pemerintah dalam mengatasi ketergantungan rakyat dalam hal ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Praktik money politik yang terus-menerus dinormalisasi akan mengakibatkan biaya politik yang tinggi, sehingga pemimpin sering terpilih bukan karena kompetensi, melainkan karena uang yang dimilikinya. Hal ini mencederai kedaulatan rakyat sebagai keputusan tertinggi dalam demokrasi.
Korupsi dan Nepotisme
Korupsi dan nepotisme adalah masalah serius yang merusak integritas sistem pemerintahan dan institusi publik. Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, sedangkan nepotisme adalah pemberian keuntungan kepada kerabat tanpa memperhatikan kompetensi atau keadilan. Kedua praktik ini tidak hanya merugikan ekonomi dan sosial, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik.
Korupsi dan nepotisme mengancam kedaulatan rakyat, karena pemimpin yang terpilih sering kali tidak berjuang untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk keuntungan pribadi. Korupsi merugikan negara dari tingkat pemerintah yang paling rendah hingga tertinggi, sementara nepotisme menciptakan ketergantungan terhadap sistem yang tidak adil.
Pusaran Oligarki dan Bayang-Bayang Demokrasi
Demokrasi sering dianggap sebagai bentuk pemerintahan ideal di mana kekuasaan berada di tangan rakyat. Namun, dalam praktiknya, banyak sistem demokrasi berubah menjadi oligarki, di mana kekuasaan terpusat pada kelompok elit.
Di Indonesia, fenomena ini menimbulkan tantangan serius bagi integritas demokrasi. Oligarki terjadi ketika sistem politik dipengaruhi oleh kepentingan dan kekuasaan kelompok kecil melalui korupsi, pengaruh uang, dan pengendalian media.
Ketergantungan pada pemerintahan menciptakan sistem yang merugikan rakyat, dengan elit politik mengorbankan kepentingan rakyat demi keuntungan kelompok mereka.
Demokrasi kini berada dalam bayang-bayang kepentingan golongan yang mendahulukan kepentingan segelintir orang di atas kepentingan banyak orang. Nilai-nilai demokrasi menjadi luntur dan tidak berjalan sesuai koridor yang benar, seolah hanya menjadi pelapis untuk meredam kegalauan masyarakat.
Pusaran oligarki dan bayang-bayang demokrasi adalah tantangan serius yang mempengaruhi kualitas sistem politik. Penting untuk mengembalikan esensi demokrasi yang sejati dengan mengembalikan kedaulatan rakyat sebagai unsur tertinggi dalam pemerintahan.
Membangun kesadaran kolektif tentang penerapan nilai-nilai demokrasi dan meningkatkan pendidikan serta partisipasi publik adalah langkah penting untuk masa depan bangsa.
Dalam kontestasi pilkada 2024, di mana dinamika politik dan elit pemimpin bangsa memprihatinkan, masyarakat harus berjuang untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berpihak pada kepentingan rakyat, bukan golongan tertentu.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun