Oleh: Muhammad Al Hafidz – Mahasiswa Ilmu al-Quran dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta.
PWMU.CO – Cinta dalam tasawuf bukan hanya tentang hubungan antara manusia, tetapi yang utama adalah tentang perjalanan spiritual menuju cinta kepada Allah.
Gus Baha, seorang ulama muda yang sering membahas konsep cinta dalam Islam dengan cara sederhana dan mudah dipahami, menggarisbawahi bahwa mencintai seseorang, baik itu orang tua, pasangan, atau sahabat harus selalu dilandasi kecintaan kepada Allah.
Menurut Gus Baha, cinta yang sejati hanya mungkin terwujud ketika seseorang mencintai sesuatu atau seseorang karena Allah, bukan hanya berdasarkan nafsu atau keinginan duniawi.
Dalam ilmu tasawuf, cinta manusiawi sering dianggap sebagai ‘jalan’ menuju cinta Ilahi. Ini berarti bahwa setiap cinta duniawi, apabila dilandasi dengan niat yang benar, maka hal tersebut akan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah.
Gus Baha menekankan bahwa ketika kita mencintai seseorang, seharusnya cinta itu diarahkan agar membawa kita dan orang yang kita cintai lebih dekat kepada Allah, seperti yang diajarkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam tasawuf, cinta sejati diartikan sebagai perwujudan dari cinta kepada Allah, karena segala yang ada di dunia ini hanyalah manifestasi dari kasih sayang-Nya.
Ibnu Arabi, seorang sufi besar, bahkan mengatakan bahwa cinta kepada makhluk pada akhirnya adalah cinta kepada Sang Pencipta, karena makhluk hanyalah ‘pantulan’ dari sifat-sifat Allah.
Gus Baha juga mengutip kisah-kisah para sahabat, seperti halnya cinta Ali bin Abi Thalib kepada Fatimah Az-Zahra. Cinta Ali kepada Fatimah bukan semata-mata cinta fisik, melainkan cinta yang dilandasi iman dan tujuan akhirat.
Dalam kisah tersebut, Gus Baha menekankan bahwa cinta sejati tidak hanya terlihat dalam hubungan sehari-hari, tetapi juga dalam pengorbanan untuk kebaikan bersama yang membawa keberkahan dunia dan akhirat.
Dalam QS. Ali Imran: 31, Allah berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya: “Katakanlah, jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa cinta sejati adalah cinta yang didasarkan atas petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Beliau juga menambahkan bahwa cinta yang dilandasi oleh tasawuf adalah cinta yang murni dan ikhlas, yang mana seseorang tidak mencintai karena keuntungan duniawi, tetapi mencintai karena ingin mendapatkan ridha Allah. Inilah yang membuat cinta dalam tasawuf menjadi cinta yang lebih dalam dan bermakna, membawa ketenangan dan ketenteraman dalam jiwa.
Editor Ni’matul Faizah