PWMU.CO – Dengan kordinasi yang ekselen, diharapkan dana yang diterima dan disalurkan Lazismu semakin besar. Dalam penelitian disertasi yang telah dilakukan, potensi zakat dari warga Muhammadiyah mencapai 530 miliar tiap tahun. Tapi yang baru terealisir masih kurang 100 miliar pertahun. Karena itu, Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Zakat Infaq, dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) diharapkan mampu melahirkan kebijakan dan strategi yang lebih jitu dan efektif.
Demikian salah satu inti poin dari ifitah Ketua Badan Pengurus Pimpinan Pusat Lazismu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Hilman Latief PhD, dalam Rakornas Lazismu se-Indonesia di The Sun Hotel, Sidoarjo (7/4). Hilman menyatakan, kelas menengah Muslim yang berpotensi menjadi muzakki di Indonesia semakin cerdas. Mereka tidak mau begitu saja memberikan dana sosial mereka melalui lembaga yang tidak jelas visinya, tidak disiplin pencatatannya, tidak akurat distribusinya dan tidak terbuka pelaporannya. “Inilah yang menjadi pekerjaan besar lembaga-lembaga amil di Indonesia, termasuk Lazismu,” jelasnya.
(Baca: Rakornas Integrasikan Sistem Pelaporan)
(Baca: Spirit Menggembirakan Zakat Sejak Tahun 1950)
Karena itu, Lazismu PP Muhammadiyah berharap Rakornas selama 3 hari ke depan itu dapat menghasilan berbagai rumusan strategis untuk memperkuat gerakan Muhammadiyah sebagai amil zakat nasional. Yang tidak kalah pentingnya, juga menghasilkan rumusan yang dapat mengedukasi masyarakat Indonesia, termasuk warga Muhammadiyah tentang praktik dan pengelolaan zakat.
Sesuai dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 Tahun 2015, Lazismu diamanahi untuk menjadi lembaga amil zakat nasional yang berkemajuan. Muktamar mengamanatkan, bahwa diperlukan sistem informasi dan manajemen (SIM) ZIS yang terintegrasi di semua tingkatan pimpinan dan meningkatkan kordinasi Lazismu secara regional dan nasional serta meningkatkan kerjasama Lazismu dan AUM dalam memobilisasi, mengelola dan memanfaatkan dana ZIS yang memberdayakan. “Mulai hari inilah kita semua akan menjawab amanat muktamat itu secara bersama-sama,” urai dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.
Dengan berbagai pertimbangan, sesungguhnya tidak lagi ada alasan yang bisa diterima tidak serius mengelola Lazismu karena ia adalah amanah. Tidak ada lagi alasan untuk tidak menjadi lembaga amil zakat yang memberikan kemaslahatan umat dan masyarakat luas, karena itu adalah kewajiban. Serta, tidak ada lagi alasan untuk tidak bersikap professional, karena kita semua adalah warga Muhammadiyah.
“Lazismu, dari kaum Muslim, oleh Muhammadiyah, untuk bangsa Indonesia,” pungkas Hilman bersemangat menutup pidato iftitahnya. (kholid)