PWMU.CO-Mubaligh semestinya membuat gembira dan nyaman pendengarnya, bukan malah menyebar ketakutan. Jangan sering bicara haram, bid’ah, kafir sebab kata itu membuat risih.
Hal itu disampaikan Bupati Bojonegoro, Suyoto, di Pelatihan Peningkatan Kualitas Mubaligh di Stikes Muhammadiyah Lamongan, Jumat (29/9/2017) malam. Topik ceramah yang dibawakan Peluang dan Tantangan Dakwah Islam di Bidang Politik di Jawa Timur
”Dai saat menyampaikan materi harus menyesuaikan dengan keilmuan,” kata Kang Yoto, panggilan akrabnya. Misalnya, ada orang masih gemar minuman keras jangan langsung menghakimi dan menghardik itu barang haram tapi buatlah gembira dengan janji dan manfaat badan yang sehat jika tidak minum minuman keras.
baca juga: Korps Mubaligh, Solusi Mengatasi Kekurangan Penceramah
Contoh lagi, ujar Kang Yoto, ada orang masih praktikkan tradisi selamatan, nyadran, jangan langsung menghukumi bid’ah dan kafir. ”Itu membuat takut tapi lakukan dengan pendekatan cultural,” sambungnya. Kalau orang sudah takut, mana mungkin bisa menerima pesan dakwah.
Paling utama, Kang Yoto menganjurkan agar dekat dengan masyarakat. Jangan hanya pintar ceramah di mimbar. Dai harus mau menyapa masyarakat, gemar silaturahim. Bahkan ikut menyelesaikan persoalan rakyat.
baca juga: Untuk Berceramah di Amal Usaha Muhammadiyah Surabaya, Mubaligh Dibekali Kartu Khusus
Selain itu dia juga menasehati jangan anti budaya. Tugas dai, sambung dia, beri materi dakwah sesuai kemampuan berpikir masyarakat. ”Selami mereka dengan hati, bukan dengan kebencian,” katanya.
Dia juga menegaskan, mubaligh Muhammadiyah harus memiliki kompetensi bidang yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar persoalan halal-haram. ”Dakwah di era revolusi informasi ini dibutuhkan kecepatan dan kreativitas. Kalau kalah cepat, jangan menyalahkan orang lain. Itu artinya kita kurang tanggap dan sigap,” kata mantan Rektor Unmuh Gresik ini.
Mubaligh Muhammadiyah, katanya, jangan suka meratapi keadaan tanpa mampu berbuat. Siapa yang tidak mau berubah, dia akan tergilas perubahan. (M. Su’ud)