Oleh Moh. Helman Sueb (Pembina Pesantren Muhammadiyah Babat-Lamongan).
PWMU.CO – Kematian seseorang adalah rahasia Allah Subhaanahu wa Ta’ala, yang tak seorang pun mengetahui kapan dan di mana kematiannya.
Banyak manusia yang dihadapkan dengan kematian muncul rasa takutnya, padahal dapat diambil hikmahnya dengan meningkatkan amal sholeh.
Memang manusia memiliki naluri takut mati, dan cenderung ingin hidup dengan umur yang panjang, sehingga berbagai macam usaha dilakukan, padahal kematian akan mengejar siapa saja, meskipun bersembunyi di beteng yang kokoh. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala Qs. An-Nisa’: 78
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ
” Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”
Inilah di antara kegelisahan yang diderita bagi orang yang takut mati. Bila ajal atau tempo kematian telah datang, maka tidak dapat dimajukan dan ditunda, begitulah sudah ditakdirkan Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Oleh karena itu, tidak perlu takut datangnya kematian, diobati dengan melakukan amal sholeh agar umur menjadi berarti.
Nabi Muhammad Saw. bersabda:”
خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ، وَشَرُّ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ
“‘Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perilakunya, sejelek-jelek manusia adalah orang panjang usianya dan buruk perilakunya. (HR.Ahmad, Tirmidzi dan Hakim).
Mencermati hadis di atas, ukuran usia seseorang sangat berkaitan dengan perilaku, sehingga dengan perilaku itu, manusia digolongkan menjadi manusia terbaik dan terburuk.
Ukuran usia atau umur menurut Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata,
إنّ لك من عُمرِك ما أطَعْتَ اللَّهَ فِيهِ، فَأمَّا ما عصيتهُ فِيهِ فلا تَعُدّهُ لك عُمراً
“Sejatinya, umur yang terhitung milikmu adalah yang kamu gunakan untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Adapun umur yang kau gunakan untuk bermaksiat, jangan kau anggap itu sebagai umurmu.”
(Az-Zuhd al-Kabir karya al-Baihaqi.)
M. Qurays Shihab, pernah menulis dialog dalam bukunya yang berjudul ” Lenteta Hati”, antara seorang kakek dengan seorang penguasa dinasti Bani Abbas :
“Berapa umur kakek?” Tanya Penguasa.
“Sepuluh tahun,” jawab sang kakek,”
“Jangan berolok-olok, ” sergah sang penguasa.
” Benar tuan, umurku baru sepuluh tahun, enampuluh tahun dari usiaku, kuhabiskan dalam dosa dan pelanggaran. Baru sepuluh tahun terakhir ini, aku mengisi hidupku dengan hal-hal yang memakmurkannya”.
Usia sangat berkaitan dengan aktivitas seseorang, jika usia itu dimanfaatkan untuk berbagai macam kebaikan yang merupakan bentuk ketaatan itulah sebenar langkah yang benar semakin banyak kebaikan, maka semakin panjang usianya.
Bolehkah memperpanjang umur?
Memperpanjang umur tidak lah bertentangan dengan agama, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw.
عَنْ أَنَس بْنُ مَالِكٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَر ِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
” Barang siapa yang ingin dilapangkan (pintu) rizki untuknya dan diperpanjang umurnya, hendaknya ia menyambung tali silaturrahim,” (HR. Bukhori).
Orang yang senang silaturahmi tentu memiliki kesempatan yang berbeda dengan orang yang tidak pernah bersilaturahmi.
Silaturahmi termasuk perbuatan terpuji yang diperintahkan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Perbuatan yang baik inilah yang dapat memanjangkan usia. Panjang pendeknya umur seseorang dihitung dari kebaikan yang dilakukan.
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan