Oleh: Edy Subroto (Opini ini merupakan tulisan yang diikutkan sayembara APIMU)
PWMU.CO – Rabiulawal adalah bulan bersejarah bagi umat Islam karena keimanan mereka merupakan hasil jerih payah dan perjuangan manusia mulia yang dilahirkan pada bulan ini.
Keimanan adalah nikmat terbesar bagi manusia karena dengan imanlah jaminan masuk surga dalam kehidupan yang abadi (akhirat). Tanpa iman, dipastikan tempatnya adalah neraka, yang siksa teringannya adalah menginjak bara api sehingga isi kepala mendidih.
Perbandingan waktunya pun, satu hari di sana setara seribu tahun di dunia. Intinya, siksa dan kepedihan neraka tidak pernah terbayangkan oleh siapa pun yang bisa membayangkannya.
Selain nikmat iman, umat Islam di dunia pun niscaya menjadi umat terbaik dengan meneladani Nabi, baik secara individu maupun sebagai bangsa. Beliau pun merupakan sosok yang sangat perhatian, penyayang, dan penuh kasih terhadap umatnya.
Maka, wajar jika umat Islam senang dan gembira dengan peristiwa kelahiran Nabi dengan beragam ekspresi kegembiraan. Hal ini tidak masalah selama tidak mengecewakan beliau dengan melanggar ajarannya.
Peristiwa di Bulan Rabiulawal
Di bulan Rabiulawal, selain ada peristiwa kelahiran Nabi, juga ada peristiwa besar lainnya, yaitu hijrah, di mana sampainya beliau di Madinah juga tepat pada tanggal 12 Rabiulawal.
Peristiwa hijrah ini, secara de facto dan de jure, menjadikan beliau sebagai kepala negara, yang dengan kekuasaan politiknya menerapkan ajaran Islam yang diberlakukan bagi seluruh penduduk Madinah, baik muslim maupun kafir.
Rabiulawal juga mengingatkan kita untuk mencintai Nabi bukan hanya sebagai pribadi istimewa, tetapi juga mencintai risalah Islam yang dibawanya. Kecintaan pada dua aspek ini harus satu paket. Percuma mencintai perilaku pribadi beliau yang mulia, tetapi tidak mau mengambil ajaran Islam secara keseluruhan.
Ambillah pelajaran dari perilaku Abu Lahab. Ketika mendapat kabar kelahiran Nabi, Abu Lahab sangat gembira dan mengekspresikannya dengan membebaskan budaknya, Tsuwaibah al-Aslamiyah.
Akan tetapi, kegembiraan Abu Lahab berubah menjadi kebencian dan penentangan ketika Nabi membawa dan menyebarkan risalah Islam. Bahkan, Abu Lahab turut serta dalam perencanaan pembunuhan Nabi.
Adapun orang yang mencintai kebaikan ajaran Islam tetapi tidak mau mengimani dan mencintai Muhammad SAW sebagai Nabi adalah seperti kaum musyrik Arab. Mereka mau mengambil manfaat dari ajaran Islam pada diri Nabi, seperti sikap amanah beliau, sehingga mereka tetap menitipkan barangnya pada Nabi.
Begitu pula umat Kristen Syam, yang lebih rela dipimpin oleh umat Islam daripada dikuasai oleh Romawi yang sama-sama Kristen. Padahal, kerelaan kaum musyrik Arab maupun Kristen Syam terhadap Islam menjadi sia-sia di sisi Allah karena tidak disertai keimanan terhadap Nabi.
Sikap abai terhadap ajaran Nabi adalah jalan menuju kesengsaraan di dunia dan akhirat. Kesengsaraan ini hanya bisa diatasi dengan menjalankan ajaran beliau, karena sudah dijamin oleh Allah Swt.
Menjadi penyesatan opini jika dikatakan bahwa berpegang pada ajaran Islam akan menghambat kemajuan, karena sejarah justru mencatat bahwa sains dan teknologi kaum muslimin sangat handal di saat Eropa masih dalam kegelapan.
Capaian ini muncul dari kejelasan dan ketepatan memahami pengetahuan tsaqafah Islam maupun ilmunya, bukan capaian yang lepas dari kaidahnya.
Oleh karena itu, dengan ajaran Nabi, yaitu risalah Islam, kita akan menjadi bangsa yang beradab mulia dan berkemajuan dalam sains dan teknologi.
Editor Zahra Putri Pratiwig