Oleh: Purnama Syaepurrohman MPd PhD – Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka
PWMU.CO – Umat Islam sepakat bahwa Nabi Muhammad Saw adalah teladan, role model, bagi kehidupan umat manusia. Keteladanan yang bisa diterapkan di setiap jaman dan tempat. Maka tidak salah jika KH Ahmad Dahlan menamakan organisasinya sebagai Muhammadiyah, pengikut Muhammad. Tujuannya adalah agar para pengikutnya mengikuti apa yang telah dilaksanakan, dikatakan, dan diyakini, serta persetujuan dari Sang Nabi dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia muslim bahkan non muslim saat ini bisa mempelajari berbagai teladan dari Nabi, pada berbagai aspek. Semisal bagaimana nabi ber-ekonomi, ber-politik, ber-komunikasi, melaksananakan pendidikan, mengelola rumah tangga dan sebagainya. Banyak sekali literatur yang mengkaji Nabi dari berbagai aspeknya.
Literatur tentang Nabi dikaji oleh beragam ilmuwan dengan beragam intensi yang mengiringinya. Berbagai ilmuwan dengan beragam latar belakang agama menulis tentang Nabi Muhammad Saw. Maka tidak heran jika dalam kehidupan sosial kita, terutama dalam kehidupan sosial media, akan kita temukan berbagai pendapat tentang Nabi Muhammad dari berbagai sumber yang bisa jadi bersebrangan gagasan.
Maka sangat penting untuk mendekati sumber kebenarannya dengan metode yang telah diajarkan oleh para ulama dalam menelusuri Hadits atau Sunnah Nabi. Sesuatu yang benar diselidiki secara matan/teks secara komprehensif berdasarkan literatur keilmuan dari para ulama terdahulu.
Selain itu, siapa yang menuturkannya/meriwayatkannya/menuliskannya juga diteliti dengan seksama dan hati-hati. Apakah dia seseorang yang dalam kehidupannya pernah berbohong, atau berperilaku negatif lainnya, akan diteliti dengan cermat. Sebuah hadits yang berasal dari seseorang yang pernah berbohong, maka akan diragukan keasliannya.
Warga Muhammadiyah mempelajari agama dari sumber-sumber yang terjaga keasliannya, sesuai dengan motto ”berkemurnian dan berkemajuan”. Berkemurnian berarti mengambil pelajaran agama dari sumber utama al-Qur’an dan As Sunnah As Shahihah.
Penafsiran al-Qur’an menggunakan metode-metode yang membuka pintu ijtihad dalam berkehidupan di dunia modern. Serta menggunakan hadits, yang berupa perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad Saw, yang benar-benar terjaga kualitasnya baik secara periwayat maupun teksnya, berasal dari Nabi Muhammad Saw.
Para ulama Muhammadiyah memiliki Majelis Tarjih yang memiliki fungsi hampir mirip dengan Lembaga Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama atau Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Menjawab permasalahan-permasalahan agama dalam kehidupan kontemporer.
Tarjih secara kebahasaan diartikan sebagai pembobotan atau dalam Bahasa Inggris Preference. Majelis ini akan mempelajari ayat al-Qur’an, Hadits Nabi, maupun penemuan ilmiah, untuk memecahkan permasalahan hidup umat manusia dipandang dari koridor keagamaan, dalam hal ini pandangan organisasional ulama Muhammadiyah.
Menurut Ar Razi, tarjih adalah ”menguatkan salah satu dalil atas lainnya agar dapat diketahui mana dalil yang lebbih kuat untuk diamalkan dan menggugurkan dalil lainnya”. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut diperlukan manhaj atau metodologi yang disepakati oleh kalangan ulama Muhammadiyah.
Tantangan dakwah Muhammadiyah dan umat Islam saat ini antara lain adalah memahami manusia modern yang memiliki dua kehidupan, dunia nyata dan dunia maya/digital. Kehidupan manusia modern di dua dunia tersebut memerlukan pola dakwaah yang sesuai.
Dunia nyata melaksanakan dakwah dengan aktiftas riil tatap muka antar manusia. Sedangkan dakwah di dunia maya bisa menggunakan beragam media yang sesuai dengan generasinya masing-masing. Ada generasi yang nyaman dengan Fb, maka harus ada saluran dakwah disana. Demikian pula moda media lainnya seperti X (Twitter), WhatsApp, Line, Telegram, Instagram, Tiktok, Threads, Linkedin dan lain sebagainya. (*)
Editor Wildan Nanda Rahmatullah