Maulid Nabi dalam Sudut Pandang Pendidikan Muhammadiyah
Penulis Dinil Abrar Sulthani Penasihat PCIM Turki, Cendekiawan Muhammadiyah
Maulid Nabi dapat diartikan sebagai peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw pada bulan Rabiul Awal setiap tahun hijriah.
Secara khusus di Indonesia, peringatan Maulid Nabi ini seringkali ditandai dengan berbagai acara kegiatan keislaman, seperti pengajian, perlombaan hari besar Islam yang biasanya dilaksanakan di sekolah, masjid, dan komplek, kelurahan setempat.
Maulid Nabi ini dimaknai sebagai mengenang lahirnya, tumbuh dan berkembangnya Muhammad kecil sampai dewasa, kemudian menjadi tokoh pencerahan yang membawa syariat Islam bagi seluruh umat manusia.
Kata “mengenang” ini seringkali menjadi polemik bagi sebagian kalangan umat Islam yang berpandangan bahwa tidak perlu adanya perayaan mengenang seperti meniru peringatan lahir dan naiknya Isa Almasih bagi pemeluk agama lain.
Sebenarnya polemik masalah ini cukup klasik dan berulang yang kadang juga memicu terjadi perdebatan diskusi antara sebagian pemeluk Islam.
Hal ini dianggap wajar karena manusia memang berhak untuk berdebat karena itu bukti adanya kekuatan berpikir dan mempertahankan apa yang diyakini.
Namun, satu hal yang perlu diingat bahwa sekuat apapun berpikir, sekeras apapun berdiskusi, dan seteguh apapun keyakinan pada prinsip keilmuan, maka tetap perlu membuka hati dan pikiran atas informasi baru yang mungkin berbeda dari apa yang dipikirkan dan diyakini.
Perbedaan pandangan tentang Maulid Nabi ini perlu ditelusuri lebih lanjut untuk mengetahui pada bidang bagian mana sebagai amalan Islam.
Dalam pandangan pendidikan Muhammadiyah, perkara yang bersifat baku dan mutlak terletak pada bidang Aqidah dan Ibadah yang harus dimurnikan bersumber dari al-Quran dan al-Hadis.
Sedangkan, untuk perkara Muamalah dipersilahkan untuk berkreasi dan berimprovisasi sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman, selama masih dalam koridor kebaikan dan kebenaran.
Maulid Nabi dipandang sebagai bidang perkara Muamalah. Artinya, perbuatan yang dilakukan manusia dalam kehidupan dan dunianya.
Sehingga dapat dimaknai bahwa Maulid Nabi adalah perbuatan kemanusiaan yang bertujuan untuk saling mengingatkan dan saling menasihatkan nilai-nilai perjuangan Nabi Muhammad kepada masyarakat luas.
Perbuatan kemanusiaan ini boleh disesuaikan dengan kondisi, kebiasaan atau perkembangan peringatan Maulid di masing-masing lingkungan masyarakat.
Perihal yang menjadi catatan penting dalam peringatan Maulid adalah hendaknya dilaksanakan dengan cara dan bentuk yang sejalan nilai prinsip Islam, bukan hal yang mengandung pemujaan dan ritual lain, atau mengganggu ketertiban umum, keributan dan membebani masyarakat dengan acara-acara peringatan tersebut.
Bentuk nilai prinsip Islam itu dapat dirujuk pada PHIWM (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah) bahwa dalam berkehidupan masyarakat hendaknya dapat menjadikan diri sendiri, keluarga dan masyarakat menjadi manusia-masyarakat yang sebenar-benarnya, utuh dan insan kamil.
Semoga peringatan Maulid Nabi yang dilaksanakan setiap tahunnya dapat menjadikan umat Islam semakin rajin belajar dan giat beramal Islam sesuai contoh Nabi Muhammad sehingga terwujud hubungan kehidupan masyarakat yang adil, tentram dan berkemajuan.
Editor Syahroni Nur Wachid