PWMU.CO – SD Muhammadiyah 18 (SD Mulabel) Kalibaru merupakan sebuah sekolah yang telah berdiri sejak 15 Juli 2013 di atas lahan dengan luas kurang lebih 1.000 meter persegi. Luas lahan yang sangat terbatas ini membuat sekolah ini direncanakan akan dibangun 3 lantai.
Pada usianya yang ke-11 tahun ini, pembangunan gedung sekolah, baru terealisasi 2 lantai, masing-masing lantai terdiri dari 5 ruang kelas.
Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kalibaru sebagai pendiri telah berusaha maksimal agar sekolah ini bisa melayani kebutuhan pendidikan. Atas dasar mimpi inilah, PCM Kalibaru berupaya menjawab tantangan untuk bisa memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Secara umum, masyarakat Kalibaru berkeyakinan bahwa Muhammadiyah mampu mewujudkan layanan ini. Melihat kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan yang dapat mengantarkan putra-putrinya menjadi manusia yang cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual, maka PCM Kalibaru bersama Majelis Dikdasmen membuat kajian tentang Visi dan Misi pendidikan yang akan dikembangkan.
Visi dari sekolah ini yaitu ‘Terselenggaranya Pendidikan untuk Menciptakan Generasi Qurani’, sedangkan misi yang harus dilakukan adalah terselenggaranya proses pendidikan dengan al-Quran sebagai acuan utamanya. Maka lahirlah program unggulan yang sampai saat ini masih terus dikembangkan, yaitu program hafidz Quran.
Pembelajaran Berawal dari Rumah Seorang Janda
Pada awal didirikan, SD Mulabel menggunakan rumah seorang janda yang juga seorang mantan Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) Kalibaru, Hatijah. Rumah sederhana ini, menjadi tempat SD Mulabel melaksanakan kegiatan belajar mengajar selama kurang lebih 3 tahun, meskipun banyak yang memandang dengan pandangan pesimis, para pengelola sekolah tetap semangat dan pantang menyerah.
Pada awal berdirinya, hanya 7 siswa yang mendaftar di sekolah ini. Itu pun dari anak warga Muhammadiyah saja, tetapi seiring berjalannya waktu, jumlah siswa terus bertambah dan tidak hanya dari warga Muhammadiyah saja.
Pertambahan jumlah siswa ini tidak terlepas dari keberhasilan PCM serta pengelola sekolah dalam menghasilkan siswa yang berkualitas. Keberhasilan tersebut utamanya dalam pembelajaran agama yaitu kemampuan siswa dalam menghafal al-Quran.
Sekarang, di usianya yang ke-11 tahun, SD Mulabel telah banyak menghasilkan lulusan yang tersebar di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia, seperti di Banyuwangi dan Yogyakarta. Sebagian besar lulusan SD Mulabel juga ada yang melanjutkan pendidikannya ke berbagai sekolah dan pondok pesantren yang dikelola oleh Muhammadiyah. Ada yang di Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Pasuruan, Lamongan, Gontor, hingga ke Mu’allimin dan Muallimat Yogyakarta.
Membangun Gedung Sendiri
Dalam perkembangannya, dengan bermodalkan sebidang tanah wakaf seluas kurang lebih 1.000 meter persegi dari Sriyati, seorang janda yang menjadi anggota PCA Kalibaru serta dari urunan para warga Muhammadiyah Kalibaru, simpatisan, donatur, serta semua pihak yang dengan ikhlas membantu, akhirnya gedung SD Mulabel resmi berdiri, meskipun baru 1 lantai saja.
Sebuah peristiwa yang sangat menarik mengawali pembangunan gedung SD Mulabel yaitu ketika semua pengurus PCM Kalibaru beramai-ramai menuju rumah Hatijah di Sidoarjo. Maksud dan tujuan datang ke rumah Hatijah adalah untuk berpamitan menjual rumah yang diwakafkan Hatijah untuk SD Mulabel.
Sebuah jawaban sejuk yang disampaikan oleh Hatijah adalah “Rumah itu sudah saya wakafkan kepada Muhammadiyah. Mau diapakan saja oleh Muhammadiyah, saya setuju dan saya sangat percaya kepada Muhammadiyah.”
Rumah tersebut berhasil dijual dan dijadikan modal awal berdirinya gedung SD Mulabel. Satu lagi yang wajib disyukuri bahwa selama pembangunan SD Mulabel belum selesai, rumah masih bisa digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Seiring berjalannya waktu, SD Mulabel terus melakukan inovasi agar lembaga pendidikan ini bisa terus berkembang. Semenjak SD Mulabel berdiri, beberapa sekolah dasar di sekitar SD Mulabel jumlah siswanya mengalami kemerosotan dan mulai mengikuti perkembangan yang dilakukan SD Mulabel. Oleh karena itu, SD Mulabel tidak boleh tinggal diam, harus menggali terus inovasi-inovasi baru agar lembaga ini tidak mati terlindas zaman.
Maka dari itu, terobosan terbaru yang dilakukan adalah dengan membebaskan semua biaya pendidikan bagi anak yatim atau yatim piatu. Program ini tidak sekadar untuk menolong anak yatim atau yatim piatu, tetapi program ini juga menjadi kesempatan bagi para wali murid yang memiliki ekonomi cukup untuk turut membantu.
Penulis Sarwito Editor Ni’matul Faizah