Purnama Syae Purrohman (Foto: PWMU.CO)
Purnama Syae Purrohman, Ph.D. merupakan Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
PWMU.CO – Pengelolaan pendidikan (swasta) yang merdeka, lebih lengkap lagi adalah pengelolaan lembaga pendidikan swasta yang merdeka adalah ciri khas lembaga pendidikan masyarakat bangsa Indonesia, sejak bangsa ini masih belum terbentuk. Jika dirunut secara sejarah, pendidikan menjadi alat perjuangan pelopor kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa jalan yang ditempuh oleh para pejuang. Membuat organisasi pelajar, organisasi pemuda, organisasi kedaerahan, organisasi massa, membuat sekolah/madrasah/pesantren modern, membuat partai politik, dan yang terakhir angkat senjata.
Pendidikan yang dikelola oleh Belanda di jaman pra kemerdekaan, bersifat eklusif untuk warga Eropa, keturunan Eropa, keturunan Arab, keturunan Asia lainnya, dan kaum elit bangsawan dan elit pribumi. Tidak ada peluang untuk rakyat kebanyakan. Tetapi sebagian dari kalangan terpelajar, hasil didikan Belanda maupun Timur Tengah, memikirkan bagaimana caranya agar kaum pribumi yang direndahkan derajatnya bisa berubah menjadi setara dengan penjajah, dan warga keturunan (Arab, China, India, dan lainnya). Pemikiran modernisme Islam di Timur Tengah, politik balas budi di Belanda mendorong pencerahan pemikiran kaum terpelajar di Indonesia saat itu. Lembaga pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan negara Indonesia.
Selain jenis sekolah lainnya, yang juga digagas pelopor pendidikan seperti M Syafei INS Kayutanam, dan Sakola Kautamaan Istri Dewi Sartika, dan Taman Siswa-nya Ki Hajar Dewantara, Pesantren Modern yang digagas kaum Islam Modernis di Sumatera Barat, Thawalib School, menginspirasi berdirinya Pondok Modern Darussalam Gontor, selain tentu saja pendiri Gontor Baru, yang didirikan oleh cucu dari perintis Gontor Lama, juga terinspirasi oleh Aligarh di Pakistan, Santiniketan di India, dan Al Azhar di Mesir.
Pondok Modern Darussalam Gontor dengan kemerdekaan yang dimilikinya berkembang sehingga memiliki beberapa cabang di Indonesia, dan mengembangkan perguruan tinggi Universitas Islam Darussalam yang terakreditasi Unggul. Kemerdekaan yang dimiliki nya dengan membuat kurikulum mandiri, serta merdeka dari dikotomi Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah, yang disebutkan dalam semboyan “Gontor diatas dan untuk semua golongan “. Gontor memerdekakan diri dari dikotomi NU dan Muhammadiyah. Gontor juga memerdekakan diri dari kurikulum pendidikan yang digunakan oleh pemerintah.
Kiai Dahlan mendirikan sekolah untuk kaum marginal di Yogyakarta, dan juga mengajar di Sekolah kaum kolonial untuk menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang modern dan selaras dengan ilmu pengetahuan. Dari mendirikan surau, mendirikan sekolah, dan berlanjut mendirikan organisasi bernama Persyarikatan Muhammadiyah. Warisan jalan ijtihad berorganisasi Kiai Dahlan meluas sehingga sampai sekarang memiliki ratusan perguruan tinggi, dan gagasan-gagasan nya berkembang sehingga memiliki “sister organization” di Singapura, Filipina, dan Thailand.
Sampai saat ini dakwah Muhammadiyah di bidang pendidikan, kesehatan, dan bidang-bidang lainnya terus bertumbuh dan berkembang, ada yang sudah mencapai derajat keunggulan, dan lebih banyak lagi yang masih dalam proses merintis dan mengembangkan amal usaha menuju lebih baik. Belajar dari perguruan tinggi, sekolah, atau layanan kesehatan Muhammadiyah yang unggul, mereka memiliki kesamaan dalam hal keunggulan manajemen, keunggulan sumber daya manusia, serta kebersamaan kolektif kolegial untuk kepentingan persyarikatan, tidak tergantung pada individu tertentu. Kiai Dahlan adalah manusia merdeka ”man of action”, yang memiliki visi bahwa kemajuan umat Islam harus ditempuh dengan berorganisasi, pendidikan, berilmu pengetahuan, bersumber pada Al Quran dan Assunnah serta membuka pintu ijtihad.
Kembali ke gagasan merdeka secara pendanaan. Lembaga Pendidikan Swasta di Indonesia tumbuh subur sejak pra kemerdekaan. Sebagai alat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ketika Indonesia merdeka, pemerintah tidak mampu untuk menyekolahkan semua peserta didik dari rakyat Indonesia. Sehingga tumbuh sekolah negeri dan sekolah swasta. Sekolah swasta lebih banyak jumlahnya daripada sekolah negeri, demikian pula di jenjang perguruan tinggi. Dengan semangat kemerdekaan, swasta bertumbuh menjadi dua kategori, swasta dhuafa dan swasta elit. Kategori dhuafa termasuk juga di dalamnya swasta menengah yang kelihatan “chasing” nya bagus, tapi sebenarnya masih mengandalkan Hibah Dana BOS dari pemerintah untuk manajemen sekolah.
Semangat kemerdekaan direformulasi oleh Menteri Nadiem dengan Kurikulum Merdeka, Merdeka Belajar Kampus Merdeka, dengan tokoh pendidikan yang dijadikan arus utama adalah pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. Menteri Pendidikan pertama Indonesia. Kemerdekaan tersebut juga disandingkan dengan kebutuhan pasar (industri) serta target tujuan pembangunan berkelanjutan global yang diarahkan oleh badan dunia, The Sustainable Development Goals. Tujuan pendidikan pada hakikatnya masih sama, seperti yang diidealkan oleh kalangan pesantren modern. Memelihara nilai-nilai tradisional yang baik, dan mengambil nilai-nilai kemodernan yang lebih baik. Al Muhafadzatu bil qodiimi shoolih, wal akhdzu bil jadiidil ashlah.
Perguruan tinggi swasta di jaman ini, diminta dapat bersaing dengan perguruan tinggi negeri. Bersaing dalam mengakses hibah didanai oleh negara. Persaingan yang cukup berat, karena SDM yang tidak berimbang, fasilitas yang tidak seimbang, dan aspek-aspek lainnya. Jika perguruan tinggi swasta dikelola dengan manajemen “up to date“, mungkin bisa bersaing dan menyalip perguruan tinggi negeri. Kemerdekaan mengelola perguruan tinggi memiliki dinamika tersendiri antara mematuhi aturan pemerintah dan alokasi berbagai sumber daya agar bisa bertahan, bertumbuh dan berkembang. Penting bagi pemimpin perguruan tinggi untuk memahami organisasi nya serta faktor-faktor internal dan eksternal yang melingkupinya, sebagai dasar untuk scale up menjadi lembaga yang bertahan dan tumbuh berkembang. Perguruan tinggi swasta mempunyai fleksibilitas untuk membuat unit bisnis yang menunjang perguruan tinggi.
Keluhan perguruan tinggi swasta di jaman merdeka sekarang adalah jumlah mahasiswa baru. Pola rekrutmen perguruan tinggi negeri berstatus PTN BH yang masif, menggerus jumlah mahasiswa baru yang masuk ke perguruan tinggi swasta, bahkan ke perguruan tinggi negeri dibawah Kementerian Agama.
Jika ini berlanjut, maka sebenarnya pemerintah menghalangi kemerdekaan berkembang bagi perguruan tinggi swasta, bagi masyarakat untuk ikut serta mencerdaskan anak bangsa dengan kemandirian yang dimilikinya. Pada tahun 2024 ini di kalangan perguruan tinggi swasta terhembus kabar, perguruan tinggi mana saja yang siap-siap gulung tikar karena jumlah mahasiswa dibawah standar. Walaupun dengan sumber daya manusia dan infrastruktur yang ada, bisa memiliki akreditasi program studi yang sama atau lebih baik dari yang sejenis di perguruan tinggi negeri. Kemerdekaan bersaing tidak terjadi di pendidikan tinggi, antara lain oleh faktor-faktor tersebut.
Kemerdekaan pengelolaan lembaga pendidikan swasta di Indonesia, berhadapan dengan aturan pemerintah yang menomorsatukan lembaga pendidikan milik pemerintah dengan anggaran yang berlimpah. Keluwesan swasta berhadapan dengan birokrat yang kaya sumber daya. Maka penggerak lembaga pendidikan swasta harus terus mencari cara agar lembaga pendidikan yang dipimpinnya dapat terus bertahan dan berkembang dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada, survival of the fittest. Mereka yang bertahan adalah yang paling bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. (Selalu) ada jalan (alternatif) menuju Roma.
Sistem wakaf di dunia pendidikan Islam pada Universitas Al Azhar, Mesir dan juga sistem wakaf pada Kekhalifahan Usmaniyah, menginspirasi Dunia Barat untuk mengembangkan sejenis wakaf di perguruan tinggi di Barat (Eropa dan Amerika Serikat) yang disebut Endowment Fund. Perguruan tinggi seperti Oxford, Harvard, dan Stanford didukung oleh dana tersebut. Sehingga memiliki sumber dana alternatif selain dari mahasiswa dan pemerintah.
Pengelola Endowment Fund atau dana abadi dilakukan secara profesional. Persyarikatan Muhammadiyah belum mempunyai sistem seperti itu. Wakaf produktif dapat memberdayakan masyarakat dan bermanfaat pula sebagai amal jariah pewakaf. Perguruan tinggi swasta yang ingin berhasil, perlu memikirkan kemerdekaan institusi dengan memiliki wakaf atau endowment fund atau dana abadi pendidikan mandiri.
Sehingga terbebas dari ketergantungan dana dari biaya yang dibayarkan oleh mahasiswa dan suntikan dana negara. Jika perguruan tinggi mempunyau endowment fund atau wakaf, maupun istilahnya dana abadi, maka perguruan tinggi merdeka untuk lebih tekun mengabdi bagi kemanusiaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa harus bergantung kepada pendanaan negara.
Editor Teguh Imami