PWMU.CO – Pembelajaran transformatif untuk pengembangan spiritualitas berkemajuan dibahas Prof Dr Khoiruddin Basori MSi, Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), di Gedung A lantai 5 UM Surabaya, Sabtu (28/09/2024).
Dosen Psikologi UAD Yogyakarta itu berorasi ilmiah dalam Orientasi Dinamika Kampus (ordik) Mahasiswa Baru UM Surabaya. Kegiatan diikuti seluruh mahasiswa baru Pascasarjana UM Surabaya.
Dijelaskan, Banyak hal yang kita pelajari tidak terjadi. Karenanya kita harus terus dan banyak belajar ke depan.
“Bapak ibu, kita sejak kecil sudah belajar sabar dan syukur. Tapi sampai sekarang masih susah untuk melaksanakan itu, iya kan? ” terang Prof Khoiruddin.
Pria asli Yogya itu menegaskan sebuah hadist menjelaskan, Nabi Muhammad Saw menjelang ajal membisiki sahabat Ali bin Abi Thalib tentang tiga hal. Prof Khoiruddin mengupas salah satunya. Yakni addolalatul bakda makrifah. Artinya, Nabi khawatir orang sesat padahal sudah tahu (hal baik).
“Kita sudah tahu tapi sering sesat. Kita sudah paham tapi nggak jalan tentang ketahuan kita. Kita tahu beramal dengan uang besar itu baik, tapi begitu kotak amal lewat kita hanya memasukkan uang kecil,” jelasnya.
Dikatakan, di era sekarang justru kreatif yang diperlukan. Dia berpesan meski menjadi mahasiswa sambil bekerja kita harus kreatif. Sambil belajar frekuensi membacanya diperbanyak.
“Kreativitas di pendidikan kita kurang digunakan. Kecerdasan yang banyak digunakan. Orang kreatif biasanya problem solver. Kreatif itu banyak alternatif jawaban. Sedangkan orang cerdas masih ingat apa yang sudah dipelajari dengan benar. Banyak pemimpin yang tidak diajari kreatif,” kritik Wakil Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) PP Muhammadiyah.
Pesan Penitng Ordik Pascasarjana UM Surabaya
Prof Khoiruddin menyarankan, umat Islam harus memanaskan diri menjadi Khalifa fil ard. Yakni wakil Tuhan di bumi. Yang diwakili adalah Maha Kreator. Kita harus sadar, jangan kita merasa nyenyak tidur tidak ngapa-ngapain, padahal yang kita wakili pencipta. Semestinya kita berkarya.
“Mestinya belajar dari TK sampai pendidikan tinggi ya harus banyak karya, modul, buku, pelatihan, dll. Kita harus membuktikan dalam bentuk karya. Ilmu yang kita pelajari harus berwujud karya,” sarannya.