PWMU.CO – Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sendangagung, Paciran, Lamongan Jawa Timur merobohkan mushola tua di Jalan Raya Suto Sendangagung yang penuh sejarah, Senin (30/9/2024).
Ketua PRM Sendangagung, Ahmad Muhtar MPd, mempertegas bahwa tujuan merobohkan itu untuk direnovasi dan dia mentarget proses renovasi ini empat bulan dengan biaya yang disiapkan 170 juta rupiah.
“Karena sudah rapuh, maka mushola Shabirin ini kita robohkan dan kita bangun kembali dengan taksiran biaya 170, jika kurang kita akan buka kembali amplop jariyah untuk pembangunan mushala yang penuh sejarah ini,” tutur pria yang menjabat ketua takmir Masjid An Nur ini.
“Mushola ini masih rutin digunakan untuk shalat berjamaah warga sekitar dan juga pengajian rutin ibu-ibu Pimpinan Ranting Aisyiyah (PRA) dan Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah (PRNA),” terang ayah 3 anak ini.
Sejarah Mushola
Mushola itu bernama Langgar Shabirin, dinisbatkan kepada Mbah Sabar, tokoh agama Desa Sendangagung yang pertama kali memangku langgar panggung yang dibangun pada awal abad 20 atau diperkirakan sekitar tahun 1910.
Pemberian nama langgar Shabirin itu terjadi hari Kamis Legi 11 November 1982 (tertulis di genteng), atau saat pemugaran mushola, ini dilakukan setelah akad waqaf dari Mbah Aminah binti Sabar (salah satu anak Mbah Sabar), waqif menyerahkan kepada panitia pembangunan mushola, yaitu; Dirjam Mustaji, Kasbun, Munir Ahmad, Sukrim, dan Sun’an Muin.
Cerita ini dituturkan oleh sesepuh Muhammadiyah yang juga salah seorang panitia yang terlibat proses pemugaran musholah Shabirin (1982), Munir Ahmad kepada wartawan PWMU.CO di rumahnya Lebak Barat, sehari sebelum pemugaran atau Ahad 29 September 2024.
“Mushola ini awal kali dibangun oleh Mbah Sabar kemudian diwakafkan oleh anaknya Mbah Aminah binti Sabar. Langgar panggung yang sebelumnya terletak di sebelah barat, tahun 1982 dipindah sedikit ke timur di tanah wakaf dari Mbah Aminah,” cerita salah satu pendiri PRM Sendangagung yang lahir tahun 1938 ini.
“Mbah Aminah itu tidak memiliki keturunan, dan di masa tuanya dirawat oleh salah seorang keponakannya, Mas’amah istri Kasbun. Jadi Mas’amah itu cucu Mbah Sabar dari salah satu anaknya yang bernama Zainab binti Sabar. Nama anak Mbah Sabar di antaranya Zainab, Fathonah, dan Aminah,” terang ayah satu anak (Misbahul Muttaqin) ini.
“Tanah wakaf yang semula jublang (kolam pemandian) itu diuruk dan diratakan dengan batu Setro (ladang berlokasi di barat daya Sendangagung) dengan diangkut oleh gelinding (kereta yang ditarik dua sapi). Semua biaya pembangunan itu murni swadaya masyarakat,” pungkasnya.
(*)
Penulis Gondo Waloyo Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan