Oleh: Moh. Helman Sueb (Pembina Pesantren Muhammadiyah Babat, Lamongan)
PWMU. CO – Misi yang dibawa Rasulullah Saw yaitu menyempurnakan akhlak yang mulia. Pada zaman jahiliyah, bangsa Arab memiliki kebiasaan yang buruk, seperti menyembah berhala, minum minuman keras, merampok, mencuri.
Ini semua merupakan akhlak yang tercela. Kita dapat membayangkan betapa sulitnya mengubah kebiasaan tersebut.
Mengubah kebiasaan yang buruk dengan menjauhi akhlak yang tercela, tentu tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama.
Tetapi, hal ini dapat ditempuh dengan melakukan ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala secara terus menerus. Di sinilah ada peluang untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan yang mulia.
Kita tentu sangat paham kegencaran Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah selama tigabelas tahun dengan materi tauhid untuk menghadapi kaum Quraiys yang tergolong kuat dalam memegang ajaran nenek moyang.
Pengajaran tauhid yang telah masuk pada mereka yang mendapat petunjuk Allah Swt, mampu menjadikan diri mereka sebagai kaum yang beradab dan dicintai-Nya.
Mendapatkan cinta Allah Swt merupakan sebuah impian terbesar kita. Sebab, cinta-Nya membuat kita mendapatkan perlindungan dan petunjuk dari-Nya juga. Bahkan, kita akan mendapatkan pertolongan pada waktu kita membutuhkannya.
Mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw adalah jalan untuk mendapatkan cinta Allah. Hal itu sebagaimana firman-Nya dalam al-Quran surat ali Imron ayat 31.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
‘Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian,” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’
Di samping itu, jika mengikuti Nabi Muhammad Saw akan mendapatkan ampunan dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala surat Ali Imron ayat 134
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ .
‘Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.‘
Tiga Upaya Meraih Cinta Allah
Pada ayat di atas, ada tiga upaya yang dapat kita lakukan untuk meraih cinta-Nya. Pertama, Membelanjakan harta dalam keadaan sempit maupun lapang. Orang yang ingin mendapatkan cinta Allah Swt selalu membiasakan diri berinfak, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Mereka memiliki kesadaran tinggi dalam melakukannya.
Kedua, Orang-orang yang menahan marah. Mereka tidak suka marah-marah. Mereka tidak marah meskipun disakiti, karena mereka sadar bahwa marah tidak diperkenankan dalam ajaran Islam.
Ketiga, Memaafkan. Memaafkan lebih berat dibandingkan meminta maaf. Orang yang meminta maaf melakukannya karena melakukan kesalahan kepada orang yang akan dimintai maaf.
Berat atau tidaknya memaafkan tergantung dari kesalahan orang yang meminta maaf. Jika kesalahan yang diperbuat tergolong berat, tentu yang memaafkan akan merasa berat.
Namun, bagi yang benar-benar ingin mendapatkan cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala, seberat apa pun akan dilakukannya demi meraih cinta-Nya.
Kerelaan kita untuk melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Meskipun berat, itu adalah pertanda bahwa kita mencintai-Nya. Inilah juga jalan untuk mendapatkan cinta-Nya.
Pada hakikatnya, menggapai cinta Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan membiasakan diri kita bersikap, berkata, dan bertindak hanya karena-Nya semata. Amal kita pun akan diterima-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Editor Zahra Putri Pratiwig