PWMU.CO – Wakil Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung, Cecep Taufikurrohman mengajak mahasiswa baru untuk memahami konsep takdir dari perspektif ahlussunnah.
Menurutnya, dalam ajaran Islam, takdir tidak berarti sekadar menerima keadaan atau menyalahkan nasib yang telah ditetapkan. Ia menjelaskan dua pandangan umum terkait takdir yang sering dihadapi manusia dalam kehidupan, yakni jabariyyah dan qadariyyah.
Dalam pandangan jabariyyah, manusia digambarkan seperti kapas yang ditiup angin, seolah-olah tidak memiliki kendali atas nasibnya. Sebaliknya, pandangan qadariyyah menekankan bahwa manusia diberikan kebebasan dan kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri.
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka sendiri yang berusaha mengubahnya. Dengan kata lain, perubahan harus dimulai dari diri sendiri, tanpa bergantung pada orang lain,” ujar Buya Cecep, sapaan akrabnya, saat menyampaikan materi dalam Stadium Generale FAI UM Bandung di Auditorium KH Ahmad Dahlan, Gedung UM Bandung, pada Senin (30/09/2024).
Direktur Pendidikan Ulama dan Ustaz Pesantren Muhammadiyah (PUPM) ini juga mendorong mahasiswa UM Bandung untuk memanfaatkan masa kuliah sebagai kesempatan untuk berjuang dan mencapai keberhasilan di fakultas dan program studi masing-masing.
”Tidak ada yang mustahil jika kita bersungguh-sungguh,” tegasnya.
Buya Cecep juga menekankan pentingnya memiliki perencanaan hidup yang baik. Menurutnya, tanpa tujuan yang jelas, seseorang akan mudah terombang-ambing, seperti air yang mengalir tanpa arah.
Ia mengajak para mahasiswa belajar tentang kesabaran dari air, tetapi menekankan bahwa inovasi dan kreativitas harus dipelajari dari tempat lain.
”Jangan biarkan hidup hanya mengalir begitu saja,” paparnya.
Dosen lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini juga memperingatkan mahasiswa agar tidak menjadi bagian dari generasi yang mudah rapuh dan terbawa arus tanpa arah yang jelas.
Ia mendorong mahasiswa untuk menetapkan tujuan yang konkret dan menjalani hidup dengan program yang jelas sehingga mereka tidak mudah terseret oleh tren atau pengaruh luar yang tidak dapat mereka kendalikan.
Dalam menggambarkan pentingnya kesungguhan dan kreativitas, Buya Cecep menggunakan analogi biji tanaman yang sehat yang selalu berusaha tumbuh ke tempat yang lebih tinggi.
Sama halnya dengan manusia, melalui usaha dan kreativitas, mereka dapat terus berkembang dan mencapai hal-hal yang lebih baik.
Ia juga mengutip dua tokoh besar, Muhammad Iqbal, seorang filsuf terkenal, dan Hamka, ulama dan sastrawan Indonesia yang menulis tafsir al-Quran 30 juz di dalam penjara, sebagai contoh perjuangan keras dalam menggali potensi diri dan mengukir takdir.
”Oleh karena itu, ukirlah takdirmu sendiri dengan tangan, niat, dan cita-citamu,” pesan Buya Cecep di akhir ceramahnya.
Ia menekankan bahwa pendidikan di FAI UM Bandung merupakan salah satu langkah penting untuk membentuk masa depan yang lebih baik.
Acara ini ditutup dengan pesan penting bahwa setiap individu memiliki kendali atas masa depannya. Kesempatan untuk menuntut ilmu di UM Bandung merupakan peluang berharga yang tidak boleh disia-siakan karena dari sinilah mereka dapat mulai mengukir takdir menuju masa depan yang lebih cerah.*
Penulis Fadhil Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun