Strategi Kebudayaan
Untuk menyasar anak-anak, mitos, dongeng, ataupun folklor setempat dapat menjadi medium untuk mengamplifikasi kesadaran bertransisi, memberikan ruang bagi hal materialis bersinggungan dengan hal mistis dalam imajinasi mereka. Sedangkan untuk menyasar orang dewasa, melibatkan mereka dalam konsep citizen scientist, yaitu dengan mengkolaborasikan mereka dalam kegiatan penelitian seperti memperoleh, menganalisis, dan menyimpulkan data-data akan berdampak pada tercatatnya informasi yang dapat dijadikan acuan untuk mengusung kebijakan transisi energi di daerah mereka.
Untuk memassifikasi strategi kebudayaan tersebut, rekonsiliasi kepentingan antara masyarakat dan pembuat kebijakan perlu dilakukan. Utamanya, dalam hal pemberian insentifikasi, pembuat kebijakan dapat menambah nilai ekonomis kontribusi lingkungan yang dilakukan untuk memobilisasi aspirasi masyarakat.
Langkah ini juga menjadi jembatan atas terpisahnya keuntungan ekonomi dan lingkungan yang seringkali berseberangan. Hal ini dapat dilakukan dengan merumuskan anggaran perluasan green jobs bagi pelaku budaya untuk mengekspansi kreativitasnya di bidang lingkungan.
Perumusan tersebut sebagai bagian dari pengafirmasian vitalnya peran aktivitas kesenian seperti pemutaran film, konser musik, seni tari dan lukis, serta digital content creator untuk dikonsolidasikan bersama dalam wacana bergerilya mengorkestrasi narasi lingkungan secara organik. Aktivisme bidang sosial budaya yang diinsentifikasi seperti ini nantinya dapat menjangkau simpati masyarakat di akar rumput.
Bahaya Perubahan Iklim
Demikian situasi Indonesia hari ini. Di tengah krisis sumber daya manusia dan alam ini, kemungkinan untuk menepis bahaya dari perubahan iklim dengan melakukan transisi energi sekilas terlihat mustahil. Kendati demikian, masa krisis merupakan momentum titik balik yang di dalamnya akan didapati upaya-upaya mobilisasi ide-ide kritis untuk mendasari terciptanya suatu perubahan.
Momentum ini tepatnya dapat menjadi inkubator bagi instrumen-instrumen negara untuk mengorkestrasi gerakan kolektif berkesadraran organik di setiap lini kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Tanpa proses orkestrasi tersebut, Indonesia tidak akan dapat mewujudkan transisi energi yang berkeadilan. Sebaliknya, dengan memupuk dan merawat harapan dan optimisme melalui strategi kebudayaan yang telah dirumuskan, komitmen transisi energi dapat diwujudkan oleh segenap bangsa dan negara Indonesia. (*)
Editor Amanat Solikah