PWMU.CO – Universitas Muhammadiyah Surabaya menggelar kuliah tamu sekaligus bedah buku ‘Sang Surya di Jawa Dwipa’, Sabtu (12/10/2024).
Bedah buku ini menghadirkan 3 pembedah yaitu Wakil Sekretaris Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Moh Mudzakir PhD.
Selain itu ada juga Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Prof Dr Purnawan Basundoro Mhum, serta Anggota Majelis Pustaka, Informasi, dan Digitalisasi (MPID) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Teguh Imami SHum MSosio.
Pembedah pertama, teguh menjelaskan bahwa alasan ia bersama tiga penulis lainnya menulis buku ini adalah karena saat datang ke pameran ulama yang ada di salah satu Universitas Islam di Surabaya, tidak ada satu pun tokoh Muhammadiyah dalam pameran tersebut.
“Kami selama ini melihat belum ada tulisan yang fokus ke perjalanan Kiai Dahlan di Jawa Timur karena biasanya hanya sejarah lokalitas Muhamadiyah. Penulisan yang berfokus pada Kiai Dahlan di Jawa Timur tidak ada, padahal Muhamadiyah di Jawa timur itu dakwahnya langsung dibawa oleh Kiai Dahlan,” ujarnya.
Teguh juga menjelaskan bahwa pada saat menulis buku ini, tim penulis berkeliling ke beberapa daerah untuk meneliti, melakukan wawancara, mengumpulkan arsip dan surat-surat lama. Beberapa daerah tersebut di antaranya yaitu Madiun, Ponorogo, Banyuwangi, Pasuruan, Malang dan Surabaya.
“Setelah meneliti dan membaca arsip-arsip yang ada, banyak sekali peran dari Kiai Dahlan yang tidak ditulis secara mendalam dan kronologis,” tuturnya.
Teguh juga memaparkan bahwa kunjungan yang dilakukan Kiai Dahlan tidak terlepas dari empat hal yaitu kereta api, berdagang, berdakwah, dan silaturahmi. Sambil berdakwah dari masjid ke masjid, Kiai Dahlan juga melebarkan sayap dakwah persyarikatan.
Setelah berdakwah, beliau datang ke pasar untuk berdagang batik dan sarung. Selain itu, beliau juga datang ke tokoh setempat untuk silaturahim dan berdakwah mengenalkan Muhammadiyah.
Kiai Dahlan di Surabaya
“Kiai Dahlan datang ke Surabaya pada tahun 1916 dan 1920. Pada tahun 1916 an, beliau datang ke Surabaya dan bertemu dengan HOS Tjokroaminoto, Soekarno muda, dan beberapa tokoh lain. Pada tahun 1920-1921an Kiai Dahlan datang lagi ke Surabaya untuk berdakwah dari masjid ke masjid,” jelasnya.
“Kehadiran Muhammadiyah di Malang dibawa langsung oleh Kiai Dahlan. Kiai Dahlan datang
ke kepanjen pada tahun 1921. Setelah berdagang, beliau datang ke masjid-masjid untuk berdakwah,” lanjut Teguh.
“Pada saat menunggu kereta api, Kiai Dahlan bertemu dengan Kepala Stasiun yaitu Aspari. Aspari tertarik dengan tingkah laku baik serta sisi humanis Kiai Dahlan. Hal tersebutlah yang membuat Aspari masuk Muhammadiyah,” katanya.
Perjalanan Kiai Dahlan di Banyuwangi, Madiun, dan Ponorogo
Dia juga menyampaikan bahwa pada saat datang ke Ponorogo dan Madiun, Kiai Dahlan tidak langsung menggunakan nama Muhammadiyah, tetapi menggunakan organisasi Sarekat Islam.
“Beliau Mengadakan kajian di pendopo dan memperkenalkan Muhammadiyah,” terang Teguh.
“Sementara itu, pada saat datang ke Banyuwangi tahun 1919, Kiai Dahlan pernah mau dibunuh, tetapi beliau datang kembali pada tahun 1922 untuk berdakwah. Pada saat itu, justru sang pembunuh tersebut masuk Muhammadiyah,” pungkasnya. (*)
Penulis Ni’matul Faizah Editor Wildan Nanda Rahmatullah