Pada suatu hari datang Abu Tholhah, seorang yang kaya raya di Madinah, melamar Ummu Sulaim. Dia akan menyerahkan semua hartanya jika Ummu Sulaim bersedia menjadi istrinya. Ummu Sulaim menolak, dia mau menikah bukan karena harta. Dia mau menikah jika Abu Tholhah mau bersyahadat.
Dengan pertimbangan yang panjang, akhirnya Abu Tholhah bersedia bersyahadat.
Setelah masuk Islam, Abu Tholhah menjadi semakin dermawan dan selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Bahkan, kebun terbaik yang letaknya tidak jauh dari masjid Nabi, diserahkan kepada Nabi Muhammad agar dapat digunakan untuk membantu perjuangan Islam.
Ummu Sulaim juga dikenal sebagai wanita terkuat dan sangat sabar. Saat putra pertamanya bersama Abu Tholhah meninggal, beliau bisa sangat tabah dan sabar untuk tidak segera memberitahukan kepada suaminya.
Ketika suaminya bertanya bagaimana kondisi anaknya, Ummu Sulaim menjawab bahwa anaknya sudah semakin baik, padahal anaknya sudah meninggal dunia. Ummu Sulaim bahkan masih berusaha menyenangkan suaminya. Pada suatu malam, di saat yang tepat, baru Ummu Sulaim mengabarkan berita kematian anaknya.
Mengakhiri paparannya, Ustad Nur Huda menegaskan bahwa banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Ummu Sulaim. Beliau adalah wanita yang kuat imannya, sabar, tidak gila harta, dan lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri.
“Mampukah kita seperti Ummu Sulaim?,” pungkasnya. (*)
Penulis Sarwito Editor Ni’matul Faizah