Dr. Defi Warman, Foto: PWMU.CO
Artikel ini ditulis oleh Dr. Defi Warman. Sehari-hari sebagai Ketua FGM Kota Pekanbaru (2020-2022) dan Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olah Raga PWM Riau (2010-2015)
PWMU.CO – Tulisan Prof Imam Robandi tentang organisasi guru Muhammadiyah yang terbit di online media pwmu.co (4 Oktober 2023) adalah sebuah gagasan yang prospektif. Jika organisasi guru Muhammadiyah dalam bentuk organisasi otonom (Ortom) atau dengan berbadan hukum sebagai layaknya organisasi professional guru yang lain, akan lebih mempunyai nilai tawar yang tinggi dan gerak langkah organisasi guru Muhammadiyah akan lebih membumi dan dirasakan kehadirannya oleh kalangan luas.
Memaknai guru Muhammadiyah adalah bukan hanya guru di sekolah Muhammadiyah, tetapi guru Muhammadiyah adalah profesi kader-kader Muhammadiyah sebagai guru di mana pun mereka bertugas. Organisasi profesi guru Muhammadiyah menjadi sangat penting peran. fungsi, dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Sebagai organisasi profesi, guru mempunyai fungsi mengembangkan profesionalisme, membina kode etik guru secara umum sebagai guru Indonesia, dan juga sebagai guru muhammadiyah. Pembentukan organisasi yang otonom, mandiri, dan dan berbadan hukum perlu ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Identitas kemandirian seperti ini adalah sangat dibutuhkan oleh organisasi guru muhammadiyah yang basis masanya sudah sangat jelas (definitive) dari Sabang sampai Merauke dan sangat terukur.
Untuk saat ini kita sudah memiliki organisasi otonom Aisiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Tapak Suci, dan Hizbul Wathan. Kehadiran organisasi-organisasi otonom ini sangat membantu pergerakan persyarikatan Muhammadiyah dan memperkuat peran dakwah Muhammadiyah di semua kalangan. Dari Ortom-ortom yang kita miliki, kita belum memiliki oraganisasi otonom profesi guru untuk Persatuan Guru Muhammadiyah, Ikatan Guru Muhammadiyah, atau nama lain yang berbadan hukum, seperti organisasi-organisasi PGRI, IGI, atau yang lain.
Forum Guru Muhammadiyah (FGM) yang sekarang ini berdiri sebagai alat kelengkapan majelis Dikdasmen sehingga eksistensinya tidak terukur dan dan tumpang tindih dengan program-program yang seharusnya dilakukan oleh majelis. Disamping itu FGM sulit untuk menjadi besar untuk mewadahi kepentingan guru Muhammadiyah, apalagi pengurusnya didominasi oleh para kepala sekolah Muhammadiyah, sehingga FGM menjadi seperti Forum Kelompok Kerja Kepala Sekolah Muhammadiyah atau sekelas paguyuban. Sejak awal pendirian organisasi persyarikatan Muhammadiyah oleh Kyai Ahmad Dahlan adalah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dengan paham dan idiologi dakwah, Tadjid dan Islam berkemajuan, dan pendirian persyarikatan muhammadiyah merefleksikan kepada perintah Al Qur’an surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Dengan realitas dasar pendirian persyarikatan muhammadiyah adalah waltakum minkum, maka adalah tidak sesuatu yang haram kalau kehadiran organisasi guru Muhammadiyah yang otonom dan atau berbadan hukum dibicarakan karena kehadirian organisasi guru Muhammadiyah ini akan menjadi darah segar pergerakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang tidak lain adalah untuk mencerdaskan anak bangsa dengan menghadirkan guru-guru yang professional. Disamping itu identitas guru Muhammadiyah dan guru sekolah Muhammadiyah akan semakin jelas dan kuat di tengah masyarakat, bangsa.
Kalau kita kembali membaca sejarah perjuangan Kyai Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah yang berawal dari pendirian sekolah rakyat yang bernama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah pada tahun 1912 dan pada saat pergerakan awal perjuangan beliau lebih dominan sebagai seorang guru yang mengajar di sekolah Hindia Belanda dan sejarah juga mencatat bahwa pesyaritan muhammadiyah di masa pendirinya sudah lebih dulu mendirikan Perkumpulan Guru Muhammadiyah yang tergabung dalam Persatuan Guru Hindia Belanda yang pada akhirnya menjadi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Embrio Perkumpulan guru muhammadiyah sudah ada sejak Muhammadiyah didirikan 1912 dan sekarang sekolah dan kampus Muhammadiyah sudah berkembang dengan sangat pesat yang para kader Muhammadiyah sudah sulit menghitungnya berapa orang yang berprofesi sebagai guru. Dengan alasan ini pendirian organisasi guru muhammadiyah berbadan hukum sudah menjadi keniscayaan, dan sementara organisasi profesi guru sudah menjamur muncul dalam rangka dakwah mencerdaskan anak bangsa PGRI, IGI, PGSI, FSGI, dan yang lain.
Gagasan Prof. Imam Robandi yang sudah pernah di mulai di perbincangkan pada rakernas Majelis Dikdasmen tahun 2012 di harapkan dapat berwujud, entah kapan dan oleh siapa sebagai eksekutornya. Forum Guru Muhammadiyah (FGM) yang telah hadir di bawah struktur majelis Dikdasmen tentu kita apresiasi kelahirannya, mungkin menjadi wadah awal tempat berkomunikasi, belajar, bersilaturahim, dan berbagi ilmu dan saling tukar informasi tentang sekolah-sekolah Muhammadiyah, walaupun masih dalam bentuk paguyuban.
Kehadiran FGM sudah berbuat, tetapi belum mampu berbicara secara lebih luas karena masih dalam tataran kelompok dan belum berbadan hukum, yang mempunyai AD/ART mandiri. FGM ikut banyak mengeksekusi program-program yang sebenarnya harus diselesaikan oleh majelis seperti seminar, symposium, diksuspala, dan yang lain, yang itu semua adalah kewajiban majelis, bukan tugas organisasi guru, dan sebaliknya FGM tidak membuat program-program yang cespleng yang langsung dapat dirasakan dan dinanti oleh para guru, seperti membahas masalah kesejahteraan, keprofesian, kesenjangan, keberdayaan, jaminan hari tua, dan yang lain.
Editor Teguh Imami