PWMU.CO – Yayasan Pengabdian Indonesia Muda (Abdinesia) sukses menyelenggarakan kegiatan Majelis Manunggal Cita yang diselenggarakan di halaman SD Muhammadiyah 9 Kota Surabaya, Ahad (20/10/2024).
Kegiatan ini juga hasil kolaborasi dbersama elemen-elemen organisasi kepemudaan lainnya, seperti IPM Sukolilo, IPNU-IPPNU Sukolilo, dan Karang Taruna Sukolilo.
Kegiatan yang mengangkat tema “Nyawiji Ing Segara” ini merupakan perpaduan aktivitas pengajian yang dibalut dengan penampilan seni serta kebudayaan untuk mendekatkan masyarakat Kota Surabaya dengan isu-isu yang ada di pesisir Surabaya. Terutama persoalan Proyek Strategis Nasional Surabaya Water Front Land yang merugikan masyarakat setempat.
“Manunggal Cita ditujukan untuk menyatukan cita-cita dalam kehidupan bermasyarakat agar tidak mengesampingkan pentingnya untuk menjaga lingkungan,” tegas Rusydan, Kepala Advokasi dan Kampanye Abdinesia.
Ia juga menambahkan bahwa laku keterpisahan manusia dengan alam banyak ditunjukkan melalui banyak proyek yang mengeksploitasi alam itu sendiri.
Setidaknya, lebih dari seratus audiens lintas usia yang turut meramaikan kegiatan ini. Berbagai penampilan kesenian yang ditampilkan seperti tari Nusantara oleh Pelajar Mengajar, tari saman oleh IPNU-IPPNU Sukolilo, Tapak Suci dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, dan Tari Cindai dari IPM Sukolilo.
Sesuai dengan konsepnya, kegiatan ini mengundang pembicara-pembicara kredibel dengan berbagai macam latar belakang seperti Prigi Arisandi (Founder ECOTON) dan Kyai Cepu (Ketua LBO PP Muhammadiyah).
Tidak hanya itu, tokoh masyarakat lokal, Abi Hamuka juga menjadi salah satu pembicara pada majelis ini.
Sebelum pengajian digelar, para audiens diajak untuk melihat hasil karya dokumenter karya Abdinesia yang meliput bagaimana kehidupan masyarakat pesisir Surabaya. Pemutaran ini disambut oleh antusiasme masyarakat setempat mengingat proses liputan dokumenter ini juga dilakukan di daerah tersebut.
Sebagai representatif golongan anak muda, Direktur Eksekutif Abdinesia, Rama menyayangkan bagaimana dalam momentum politik tahun 2024 belum mampu dimaksimalkan oleh anak-anak muda. Padahal menurutnya, momentum ini harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat.
“Banyak diantara anak-anak muda hari ini justru tidak fokus bagaimana menjadikan isu-isu sentral seperti reklamasi ini untuk diakomodir dalam perjuangan politik, sebaliknya banyak diantara mereka yang menggadaikan suaranya untuk kepentingan-kepentingan yang remeh. Gambaran anak muda seperti ini yang turut menjauhkan Indonesia dari cita-cita emasnya pada tahun 2045 kelak,” ujar mahasiswa S2 Universitas Airlangga tersebut.
Prigi Arisandi juga menambahkan bagaimana pentingnya keseimbangan ekosistem yang terdapat di pantai timur Surabaya. Sebagai seoang pakar di bidang biologi, Prigi menekankan pentingnya mangrove sebagai penyedia makanan bagi kehidupan di sekitarnya.
“Tanaman mangrove yang ada di pesisir timur Surabaya merupakan penghasil makanan terbesar bagi ekosistem yang hidup di laut dan tidak dapat dibayangkan berapa besar spesies yang harus punah jikalau sumber makanan mereka harus dibabat habis akibat proyek reklamasi yang akan datang. Pelu diketahui juga, bahwa pantai timur Surabaya ini juga menjadi tempat transit bagi burung-burung yang ingin bermigrasi ke Australia pada musim tertentu dan kehilangan sumber makanan pentingnya juga akan berdampak pada kehidupan mereka,” kata founder ECOTON tersebut.
Pada sesi berikutnya, Abi Hamuka, secara emosional menambahkan bahwa setidaknya telah ada beberapa spesies yang hari ini telah punah. Menurut Abi, hal tersebut sangat mengecewakan melihat bagaimana laku manusia dapat merusak ciptaan tuhan.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian disini menjadi saksi bahwa 8 spesies yang biasanya ada itu sekarang tidak lagi ada. Tentu jelas ini bukanlah perbuatan alam semata yang tiba-tiba berubah, kepunahan ini tentu juga merupakan campur tangan manusia yang secara eksploitatif merusak alam,” tegas pria yang telah menekuni profesi nelayan selama puluhan tahun tersebut.
Lain dengan pembicara sebelumnya, Kyai Cepu mengawali sesi dengan mengajak para audiens yang hadir untuk melantunkan sholawat badar sebagai bentuk perlawanan terhadap kezaliman. Tidak hanya itu, pria yang menempuh studi doktoral di Russia ini juga memikat perhatian masyarakat setempat dengan pembacaan sajaknya.
“Masyarakat tidak perlu takut untuk protes, sebab ketakutan hanya perlu ditunjukkan kepada tuhan alam semesta. Selebihnya para hadirin sekalian perlu untuk berani dengan lantang menyuarakan suaranya” Imbuh Wakil Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PP Muhammadiyah setelah membacakan sajaknya.
Kegiatan Majelis Manunggal Cita ini merupakan bagian kecil dari perjuangan panjang dan besar nantinya bagi masyarakat pesisir timur Surabaya untuk mempertahankan tempatnya. Setelah acara ini usai, perlu ada rancangan strategi kolaborasi untuk tetap menyuarakan bahaya reklamasi.
“Proses perjuangan ini akan panjang. Maka dari itu perlu mengatur nafas agar gerakan penolakan ini dapat berlanjut dan baik orang tua ataupun anak muda semua memiliki peran penting dalam upaya perjuangan ini,” imbuh Prigi Arisandi, pria yang pernah diberi penghargaan kalpataru oleh presiden SBY.
Senada dengan Prigi Arisandi, mewakili Abdinesia, Rama juga membuka pintu selebar-lebarnya bagi kelompok manapun untuk berkolaborasi. Dengan upaya tersebut diharapkan mampu menganulir proyek yang membahayakan ini.
“Abdinesia terbuka untuk Kerjasama bagi siapapun yang berkepentingan untuk menyelamatkan pesisir timur Surabaya. Terlepas dari rumpun keilmuan, sebetulnya siapapun bisa berkontribusi terhadap upaya penolakan ini,” pungkas Direktur Eksekutif Abdinesia tersebut.
Berkaitan dengan kebutuhan dukungan dan solidaritas yang lebih tinggi, Kyai Cepu yang merupakan bagian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyuarakan dukungan bagi masyarakat setempat. Hal ini penting mengingat bagaimana otoritas proyek ini dalam skala nasional.
“Mewakili PP Muhammadiyah, saya bersama dengan masyarakat disini menentang adanya proyek reklamasi ini,” ujar Kyai Cepu.
Penulis M. Rusydan Mirwan Hadid Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun