PWMU.CO – Jagat media sosial ramai dengan beredarnya video yang menampilkan seorang guru enggan menegur siswa di sekolah. Ternyata, video tersebut merupakan konten sindiran atau sarkasme yang bertujuan mengkritik fenomena maraknya kasus guru dilaporkan ke polisi karena menegur murid.
Dilansir dari web um-surabaya.ac.id, pakar Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Holy Ichda Wahyuni, memberikan pandangannya terkait kasus guru yang dilaporkan ke pihak kepolisian usai menegur siswa.
Holy menjelaskan bahwa video parodi itu mencerminkan keresahan sekaligus dilema yang dialami para guru. Ia memahami kegelisahan tersebut, di mana para guru berusaha menjalankan tugas mendidik, namun di saat bersamaan mereka khawatir tindakan mereka bisa berbalik menjadi masalah hukum.
“Jika kegelisahan ini terus terjadi maka ini sangat ironi, bahwa cita-cita dalam mewujudkan pendidikan karakter, saya rasa akan menjadi utopia belaka,” jelas Holy, Rabu (30/10/2024).
Di lain hal, isu perlindungan anak memang menjadi persoalan yang kompleks. Sebagai pemerhati anak, Holy menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak tidak dapat dibenarkan dalam kondisi apapun.
Ia berpendapat bahwa dalam situasi seperti ini, upaya penting yang harus dilakukan adalah menyatukan persepsi. Pemahaman bersama diperlukan bahwa pembentukan karakter bukan hanya menjadi tanggung jawab guru, melainkan juga melibatkan berbagai pihak seperti komite, kepala sekolah, dan orang tua.
“Penyamaan persepsi ini akan memiliki dampak pada proses pendewasaan masing-masing unsur stak holders,” ujar Holy.
Ia menjelaskan bahwa guru akan lebih bijak dalam menentukan pendekatan yang tepat untuk mendisiplinkan siswa.
Tidak selalu dengan hukuman, tetapi juga melalui metode yang bersifat restoratif. Begitu pula dengan orang tua; jika sudah memiliki pemahaman yang selaras, mereka tidak akan langsung bersikap reaktif terhadap proses pendisiplinan yang diterapkan oleh guru. Sinergi seperti ini idealnya dapat tercipta.
“Tidak ada yang bersikap paling arogan, karena sebenarnya kedua belah pihak menginginkan tujuan yang sama, yakni bagaimana membentuk pribadi anak dengan karakter yang positif,” tambah Holy.
Dalam konteks ini, teori kognitif sosial dari Bandura dapat dijadikan landasan. Teori ini menekankan bahwa pembentukan karakter atau perilaku anak sangat dipengaruhi oleh budaya sosial, yaitu lingkungan dan budaya masyarakat secara luas, bukan hanya lingkungan Sekolah. (*)
Penulis Amanat Solikah Editor Wildan Nanda Rahmatullah