PWMU.CO – Perjuangan almarhum Pak Slamet menghidupkan pengajian ranting Muhammadiyah Kepundungan sangatlah menginspirasi untuk dikupas kisahnya, Jumat (1/11/2024).
Pria, pemilik nama lengkap R Abu Said Slamet itu lahir, 2 Februari 1935 di Dusun Sumberjo Banyuwangi. Meskipun terlahir di sebuah dusun, dia tumbuh menjadi sosok yang luar biasa. Orangnya penuh dengan integritas. Dia tidak hidup menyendiri untuk menikmati dunianya, lantas lupa dengan sesamanya. Tetapi dia mau bergelut langsung di tengah kehidupan masyarakat, baik itu di bidang pendidikan, sosial, dan budaya. Semua itu dilakukannya dalam rangka menghidupkan dakwah Islam melalui pengajian ranting.
Menurut Layang Kekancingan yang diterbitkan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 1962, dia menempati urutan ke-8 dari nasab Kangdjeng Susuhunan Prabu Mangkurat Djawa in Kartasura.
Pak Slamet panggilan akrabnya, sejak kecil dikenal sebagai remaja yang penyabar. Dia sangat ringan tangan untuk menolong sesamanya. Dalam buku yang berjudul R Abu Said Mengabdi Sepanjang Hayat, kakaknya yang bernama Khadijah memberikan kesaksian bagaimana Slamet kecil senang membantu, termasuk pada dirinya.
“Dia tak mengeluh dan tak malu, meskipun harus berjalan kaki sejauh 4 km, sambil menenteng sayur-mayur yang akan dijualnya di pasar Srono,” tuturnya.
Menurutnya, adiknya itu bertumbuh menjadi seorang pemuda yang penurut. Paling menerima di antara 9 orang saudaranya.
Slamet hidup dalam suasana religius agraris. Orang tuanya yang petani, mewakafkan 2 masjid di Sumberjo, yaitu masjid Al-Mukhlisin dan masjid Al-Huda. Dia sempat mengenyam pendidikan di pesantren Mambaul Hoiriijatil Islamijah (MHI) Kedungsuko Lor Bangsalsari Jember.
Pemilik NBM 213.057 itu ruh ke-Muhammadiyahannya tumbuh bersemi, karena seringnya ia melawat ke Kota Gudeg Yogjakarta. Dia bersama adiknya, R Muhdi Ali Al-Fatah mulai mengenalkan dakwah Muhammadiyah pada warga Dusun Sumberjo.
Sebelum pemekaran wilayah, Sumberjo merupakan dusun yang berada di kawasan Desa Sumbersari. Namun setelah terjadi pemekaran, kini Sumberjo berada di kawasan Desa Kepundungan.
Sejak tahun 1995, Slamet menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sumbersari. Banyak program yang dicanangkan, salah satunya adalah menghidupkan pengajian ranting. Bukanlah Muhammadiyah namanya, jika tidak ada pengajian. Kalimat itu benar-benar menghujam di hati Slamet. Dia mengisi pengajian dengan materi Tafsir al-Quran dan Hadits.
Selama kepemimpinannya, ada 2 titik pengajian ranting yang terus dikembangkan, yaitu pengajian di Dusun Pekulo dan pengajian di Dusun Sumberjo. Kedua pengajian tersebut dilakukan dengan pola anjangsana. Artinya dilakukan secara bergantian dari satu rumah ke rumah warga yang lain.
Untuk menghidupkan pengajian tersebut, Slamet meneladani cara yang dilakukan oleh Rasulullah. Dia menerapkan metode door to door. Dengan cara mendatangi dari rumah ke rumah warga, sambil mengajak mereka untuk menghadiri pengajian ranting.
“Jika pada malam hari akan diadakan pengajian, maka sore harinya dia bergerilya mendatangi rumah-rumah warga,” ungkap Marwiyah istri Slamet.
Sebagai istri, Marwiyah pun selalu mensupport suaminya itu dalam berdakwah. Apalagi saat ketempatan pengajian di rumahnya.
“Meskipun hanya ubi rebus atau pun singkong goreng. Saya selalu berusaha menyajikannya. Dengan harapan jamaah bisa nyaman mengikuti pengajian,” ungkapnya.
Di kancah sosial kemasyarakatan, Slamet dikenal sebagai orang yang sangat moderat, sehingga dapat diterima di semua kalangan. Sepak bola menjadi olahraga yang sangat ia senangi. Tak jarang dia didaulat untuk menjadi wasit pertandingan di saat ada kompetisi antarkampung. Bahkan ia dikenal sebagai wasit yang tegas. Nilai-nilai kejujuran ia tanamkan melalui olahraga rakyat ini. Tak lupa ia pun menggunakan kesempatan ini untuk mengajak teman-temannya mengikuti pengajian ranting.
Begitu pula saat pemilu tiba, tak jarang ia diamanati sebagai ketua KPPS dan rumahnya itu dijadikan sebagai kantornya, sehingga ia dapat lebih mengenalkan dakwah Muhammadiyah kepada teman-temannya itu.
Slamet yang pernah mengenyam pendidikan SPG Muhammadiyah Jatirejo itu, pernah pula mengikuti ujian sebagai Guru Agama Islam yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur. Ia dinyatakan lulus. Namun, dengan berbagai macam pertimbangan, pria penggemar seni Hadrah Kuntulan itu lebih memilih istikamah untuk mengabdikan dirinya sebagai pengajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Di antaranya, MI Muhammadiyah Srono, SMP Muhammadiyah 1 Genteng, SMP Muhammadiyah 8 Genteng.
Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi Periode 2006-2010, Abdul Mun’im SH memberikan kesaksiannya terkait pengabdian Slamet ini.
“R Abu Said Slamet merupakan sahabat dan saudara seperjuangan saya dalam ber-Muhammadiyah. Orangnya memiliki jiwa yang ikhlas, tanpa pamrih. Ia juga teguh pendirian dan tak suka mengeluh. Dan selalu bisa menjaga hubungan baik dengan teman-temannya. Semoga dilapangkan kuburnya, diterima semua amal ibadahnya dan diampuni semua dosanya, amin,” doanya.
Senada dengan itu mantan Kepala SMP Muhammadiyah 1 Genteng, Abdul Karim juga menceritakan kegigihan temannya itu dalam menghidupkan pengajian ranting.
“Demi pengajian ranting dapat berjalan lancar. Tak peduli hujan atau tidak, dengan menggunakan sepeda ontelnya, Pak Slamet membawa sendiri corong, accu, dan amplifier untuk sound pengajian,” ungkapnya.
Tak jarang Slamet harus memanjat pohon sendiri untuk meletakkan corong di atas dahan pohon yang tinggi agar suara pengajian itu dapat terdengar oleh warga masyarakat sekitarnya.
Dia pun selalu mengumumkan jadwal pengajian ranting itu kepada warga Dusun Sumberjo melalui speaker masjid Al-Huda setelah shalat Isya berjamaah ketika akan berlangsungnya pengajian.
Takdir Allah memang tak dapat diundur. Slamet harus menjalani opname selama tiga hari di rumah sakit RSUD Genteng Banyuwangi, karena kondisinya semakin melemah. Tepatnya Senin, 17 Juli 2017 di usia 82 tahun ia menghadap sang pencipta tatkala masih menjabat sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kepundungan. (*)
Penulis Taufiqur Rohman Editor Wildan Nanda Rahmatullah