Kajian intelektual Korps Immawati DPP IMM bertemakan “Seksisme dalam pilkada 2024” pada Minggu (27/10/2024). (Habib Amrullah/PWMU.CO).
PWMU.CO – Diskusi intelektual online terlaksana oleh Bidang Immawati Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) secara daring pada Minggu (27/10/2024).
Topik yang menjadi pembahasan adalah seksisme dalam Pilkada 2024. Terselenggaranya diskusi ini sebagai bentuk kritis terhadap adanya kandidat gubernur yang mengutarakan seksis dalam debat.
Diskusi intelektual melalui zoom meeting ini menghadirkan narasumber dari ketua kajian isu strategis Korps Immawati DPP IMM, Tika Ibsanni.
Lebih lanjut, Moderator dalam kegiatan ini adalah koordinator regional Maluku-Papua Korps Immawati DPP IMM, Putri Y Kakanegi.
Ajak Kader Melek Isu Kesetaraan
Immawati Putri membuka diskusi dengan menjelaskan tujuan diskusi kali ini. Yakni agar kader IMM baik immawati maupun immawan bisa lebih melek atas isu kesetaraan gender, salah satunya perihal seksisme di ajang pemilu daerah.
Dalam pengantarnya, Immawati Tika menuturkan bahwa adanya fenomena ujaran seksisme dalam ajang debat pilkada selayaknya perlu diluruskan dengan pemahaman yang benar.
Dia kemudian menjelaskan sekilas mengenai dua macam seksisme yakni hostile sexism dan benevolent sexism.
Ia mengatakan jika hostile sexism yakni merepresentasikan antipati terhadap perempuan. Sementara itu, benevolent sexism yakni sikap yang seolah-olah menghargai perempuan padahal sebaliknya.
Ia melanjutkan dengan penjelasan bahwa seksisme dalam politik tidak hanya berdampak pada perempuan saja, melainkan juga dapat menggerus kualitas demokrasi. Contohnya, debat kandidat jadi lebih condong pada aspek gender, daripada substansial kebijakan maupun program terkait.
Selain itu, kegiatan kali ini juga terwarnai dengan sesi tanya jawab antara partisipan dengan narasumber, yang mana pertanyaan yang muncul beragam mulai dari seksisme hingga upaya melawan seksisme.
Salah satu partisipan juga sedikit mempertanyakan perihal representasi perempuan yang belum mencapai 30 persen di ranah legislatif seperti DPR maupun DPRD.
“Hal yang secara tidak langsung juga terjadi di internal kita perihal pencalonan perempuan menjadi ketua umum cabang maupun daerah” ujar salah satu peserta. Namun seyogyanya, tambahnya, agar lebih mengupayakan atas keikutsertaan perempuan dalam dunia politik agar bisa mencapai kuota minimal tersebut.
Terakhir, Tika menutup pemaparannya dengan menghimbau kepada seluruh kader IMM, mulai dari pimpinan komisariat, cabang, daerah hingga pusat agar lebih memiliki nalar kritis. Khususnya dalam menyikapi kesetaraan gender baik melalui diskusi offline maupun online.
Penulis Habib Amrullah, Editor Danar Trivasya Fikri