PWMU.CO – Pusat Studi Anti Korupsi dan Demokrasi (Pusad) Universitas Muhammadiyah Surabaya menggelar seminar bertajuk “Perlukah Kita Menormalisasi Politik Uang?”
Seminar ini mengangkat tema “Survei Tingkat Permisivitas Politik Uang dan Pola Klientelisme di Jawa Timur Menjelang Pilkada 2024” dan berlangsung, Senin (4/11/2024) di Ruang Teater Gedung D lantai 7 Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Direktur Pusad, Satria Unggul Wicaksana Prakasa, dalam paparannya menjelaskan bahwa praktik politik uang dan klientelisme masih menjadi tantangan besar dalam perpolitikan Jawa Timur.
“Kami telah melakukan survei dan kajian mendalam terhadap pola politik uang di 38 kabupaten/kota di Jawa Timur.”
“Hasilnya menunjukkan bahwa klientelisme dan politik uang berpotensi menghambat kualitas demokrasi serta membebani kepala daerah dengan biaya tinggi yang berujung pada korupsi politik,” ujarnya.
Satria menjelaskan bahwa politik uang seringkali dianggap wajar oleh sebagian masyarakat. Berdasarkan survei, sekitar 38% masyarakat di Jawa Timur bersikap permisif terhadap politik uang, sementara 54,8% responden menerima uang dari politisi namun tidak menjamin dukungan.
Toleransi tinggi ini menunjukkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya menyadari dampak negatif dari praktik tersebut. Selain itu, survei menunjukkan bahwa beberapa daerah seperti Ponorogo (7,25%) dan Sampang (5,3%) mencatat angka permisivitas tertinggi terhadap politik uang.
Kajian Pusad juga mengungkap model politik klientelisme di Jawa Timur. Klientelisme mencakup pemberian jabatan tertentu atau proyek sebagai bentuk imbalan dukungan politik.
“Kami menemukan adanya pola-pola barter politik dalam bentuk uang tunai, pemberian sembako, serta infrastruktur seperti jembatan atau jalan. Ada pula model yang lebih unik seperti paket wisata bagi kelompok masyarakat tertentu, misalnya karang taruna,” jelas Satria.
Pusad Universitas Muhammadiyah Surabaya menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dalam survei ini, melibatkan berbagai disiplin ilmu untuk memastikan hasil yang komprehensif.
Survei dilakukan dengan metode wawancara dan pengumpulan data dari berbagai wilayah Jawa Timur, menyesuaikan dengan jumlah daftar pemilih tetap yang dirilis oleh KPU.
Dalam diskusi, para pembicara juga menekankan pentingnya membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya politik uang.
Pusad Universitas Muhammadiyah Surabaya berharap melalui survei ini, pemangku kepentingan dan masyarakat bisa memahami dampak negatif dari politik uang. Selain itu, hasil survei ini juga diharapkan mampu menjadi acuan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan politik uang di Jawa Timur.
“Membangun pemilih yang kritis dan berintegritas merupakan langkah awal dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan demokrasi yang sehat,” tutup Satria.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan