Oleh: Syamil Robbani
PWMU.CO – Hari ini kaum muslimin sedang dilanda musibah berupa perpecahan internal di kalangan kaum muslimin sendiri. Dampak buruknya, persatuan dan kesatuan kaum muslimin menjadi terurai.
Munculnya sikap saling menyindir, menghujat, mencaci, merendahkan, bahkan saling mengkafirkan menjadi salah satu indikatornya.
Kekhawatiran akan hal ini telah disampaikan oleh Shalah Ash-Shawi dalam karyanya, bahwa Fenomena perpecahan umat hari ini adalah salah satu penghalang dan penghambat dari kebangkitan Islam yang diperjuangkan oleh berbagai pergerakan dan elemen-elemen Islam. (Madkhâl Ilâ Tarsyîd A’mal Islâmi, Shalah Shawi, 3)
Padahal, Merawat persatuan dan kerukunan diantara kaum muslimin adalah bagian dari urusan pokok dalam agama (ushûl ad-dîn).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmû’ Fatâwa menjelaskan perihal ini, bahwa memegang teguh persatuan dan kerukunan jamaah termasuk dari perkara-perkara yang pokok dalam agama (ushûludin). (Majmû’ Fatâwâ, Ibnu Taimiyyah, 22/254)
Allah juga berfirman dengan menunjukan perintah untuk bersatunya kaum muslimin di atas tali Allah.
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran : 103)
Dalam ayat mulia kaum muslimin diperintahkan untuk berpegang teguh terhdapa tali Allah dan dilarang untuk berpecah belah sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyah sebelum Islam.
Abu Ja’far Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Wahai sekalian manusia, wajib bagi kalian untuk taat dan berjamaah karena sesungguhnya yang demikian adalah tali Allah yang diperintahkan (untuk berpegang teguh kepadanya) sungguh apa-apa yang kalian benci dari berjamaah dan ketaatan didalamnya itu lebih baik daripada kalian memilih perpecahan.” (Jâmî Al-Bayân, Abu Ja’far Ath-Thabari,7/75)
Para mufassirin berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan hablullah dalam ayat tersebut. Ibnu Al-Jauzi menguraikannya dalam kitabnya “Zad Al-Masir” bahwa tafsir dari makna Hablullah ada enam tafsiran.
Di antaranya adalah; kitabullah (Al-Qur’an), Jama’ah, agama Allah, Islam, perjanjian Allah, Ikhlas, dan perintah Allah. (Zâd Al-Masîr fî Ilmi At-Tafsîr, Ibnu Al-Jauzi, 1/311)
Semua makna di atas itu saling berhubungan, karena Allah memerintahkan untuk Bersatu dan melarang dari perpecahan. Sebab perpecahan adalah kehancuran sedangkan berjamaah jamaah adalah keselamatan.
Persatuan Islam
Persatuan Islam yang dimaksud disini adalah bersatunya kaum muslimin semua atas prinsip agama Islam yang Allah turunkan dengan mengesampingkan segala bentuk ikatan-ikatan lainnya. (Mausu’ah At-Tafsir Al-Maudhu’I, 34/372)
Karena umat Islam dikumpulkan oleh satu keyakinan bahwa Rabb mereka semua adalah satu yaitu Allah. Dialah yang menciptakan mereka, memberi rizki, mematikan serta menghidupkan Kembali. (At-Tafsir Al-Wasith, Sayyid Thanthawi, 3/20)
Bila kita cermati ibadah-ibadah yang disyariatkan mengandung banyak makna hikmah yang tersirat, faedah dan buah yang tamam.
Di antara hikmah yang terkandung dalam ibadah yang kita laksanakan adalah memvisualkan persatuan umat Islam diatas Rab yang tunggal, syariat dan rukun agama yang satu pula.
Di antara ibadah-ibadah yang dapat kita resapi makna persatuan adalah sebagai berikut:
1. Shalat
Shalat adalah rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Shalat menjadi penentu apakah seorang hamba tersebut diterima dihadapan Allah SWT atau sebaliknya.
Sebab shalat adalah amalan yang pertama kali Allah hisab pada hari kiamat kelak nanti. Banyak dalil yang menunjukkan akan kewajiban mendirikan shalat ini.
Allah berfirman:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul (Muhammad), agar kamu diberi rahmat.” (QS. An-Nur: 56)
Dalam ibadah yang agung ini menggambarkan akan persatuan kaum muslimin secara keseluruhan. Bagaimana tidak? Ini dibuktikan bahwa Seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru dunia ketika menunaikan shalat berjamaah hanya menuju ke arah kiblat yang sama.
Mereka menghadap Rabb yang satu, dipimpin oleh imam yang satu, bertakbir, ruku’ dan bersujud Bersama-sama dalam satu komando Imam shalat.
Ditambah dengan banyaknya Rasulullah ﷺ memotivasi umatnya untuk selalu berjamaah dalam melaksanakan shalat wajib, menjadikan pahala dalam shalat berjamaah itu berlipat-lipat dibandingkan dengan shalat sendirian, dan dijadikan pula langkah-langkah berjalan menuju masjid dinilai sebagai pahala yang mengangkat derajat dan menghapuskan dosa.
صلاة الرجل في جماعة تزيد على صلاته في بيته وصلاته في سوقه بضعا وعشرين درجة وذلك أن أحدهم إذا توضأ فأحسن الوضوء ثم أتى المسجد لا ينهزه إلا الصلاة لا يريد إلا الصلاة فلم يخط خطوة إلا رفع له بها درجة وحط عنه بها خطيئة
“Shalat seseorang dengan berjama’ah melebihi dua puluh sembilan derajat dari shalat seseorang yang dikerjakan di rumahnya dan di pasarnya, demikian itu karena bila salah seorang diantara mereka berwudhu’ dengan menyempurnakan wudlu’nya, lalu mendatangi masjid, dan tidak ada yang mendorongnya kecuali untuk shalat, maka tidaklah ia melangkah satu langkah, kecuali akan ditinggikan derajatnya dan dihapus kesalahannya.” (HR. Muslim)
Maka Shalat tidak hanya sebatas kewajiban yang mendapatkan pahala dan menyelamatkan seseorang dari adzab, tapi juga memvisualkan persatuan kaum muslimin dengan mengumpulkan para mukallaf dalam satu shaf yang sama dan menghambakan diri kepada-Nya secara serempak.
Ali Manshur dalam kitabnya mengupas tentang hal ini bahwa shalat itu mengumpulkan kaum muslim pada kedudukan yang sama dihadapan Allah. Tidaklah seorang hakim dan narapidana, pemimpin dan rakyatnya, para orang kaya dan miskin serta para sultan dan sipilnya kecuali mereka semua sama-sama berdiri menghadap Allah. Tidak ada yang lebih utama satu orang pun dengan orang lainnya melainkan atas asas takwa. (Al-Ibâdah fî Al-Islâm, Ali Mashur, 123)
Sehingga masjid mempunyai peran yang sangat esensial, bukan hanya tempat ibadah melainkan juga menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk melakukan hal-hal kebaikan social, seperti menyelesaikan perkara hukum, pernikahan, pengobatan massal, Baitul mal, tempat singgah musafir, TPA, dan lain sebagainya.
Ringkasnya, masjid menjadi tempat milik bersama, semua orang bisa menggunakannya, baik orang merdeka dan budak, hakim dan narapidana, atau kaya dan miskin, semuanya sama dihadapan Allah.
Dari penjelasan-penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa diantara hikmah dari kewajiban mendirikan shalat berjamaah adalah melukiskan persatuan Islam, menumbuhkan keharmonisan dan kecintaan dihati kaum muslimin.
Sebab seseorang yang shalat berjamaah akan bertemu dengan Ikhwan lainnya sebanyak lima kali dalam sehari, mereka masuk bersama ke masjid, Pundak mereka saling bertemu dan tumit-tumit mereka saling rapat untuk menghadap sang Maha Kuasa.
2. Zakat
Amalan selanjutnya adalah zakat. zakat adalah rukun Islam yang ketiga yaitu kewajiban yang Allah syariatkan kepada harta hambanya yang telah mencapai nishab dan telah mencapai haul untuk mengeluarkan zakatnya.
Allah berfirman:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡر تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِير
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 110)
Pada dasarnya zakat mempunyai pengaruh yang krusial dalam mewujudkan persatuan dan solidaritas diantara kaum muslimin. Sebab zakat adalah harta yang diambilkan dari orang kaya lalu disalurkan kepada saudara- saudara muslim lainya yang fakir. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA:
فإن هم أطاعوا لك بذلك فأخبرهم أن الله قد فرض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم
“Jika mereka telah mentaati kamu tentang hal itu maka beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan bagi mereka zakat yang diambil dari kalangan orang mampu dari mereka dan dibagikan kepada kalangan yang faqir dari mereka.” (HR. Bukhari)
Fakhrudin Ar-Razi menjelaskan hikmah dari membayar zakat, penjelasan ini lalu dikutip oleh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya “At-Tafsîr Al-Munîr”. Adapun diantara pengaruh zakat dalam menstimulasi persatuan kaum muslimin sebagai berikut:
Pertama, sesungguhnya menyalurkan zakat kepada orang yang berhak adalah menjadi perantara menyatukan hati, melembutkan jiwa, dan sarana menyebarkan aura kasih sayang dan persaudaraan diantara kaum muslimin.
Kedua, zakat juga menjadi sebab tumbuhnya budaya tolong menolong, memunculkan rasa empati kepada orang lain, sehingga orang yang membayar zakat dapat menolong orang lain dan orang yang menerima juga akan mendoakan kebaikan kepada mereka para muzakki.
Ketiga, zakat juga mendatangkan kecintaan bagi orang-orang fakir kepada para muzakki (orang yang bayar zakat). Karena dengan memberikan zakat kepada mereka itu mengantarkan kepada cinta dan solidaritas diantara mereka.
Keempat, zakat akan menghadirkan kerukunan dengan saling mencintai di antara kaum muslimin sekaligus menjadi perantara hilangnya iri dengki dari hati-hati mereka.( At-Tafsîr Al-Munîr, Wahbah Az-Zuhaili, 10/279, Mafâtîhu Al-Ghaib, Fakhrudin Ar-Razi, 16/77)
Maka seandainya saja para orang kaya itu semuanya mengeluarkan zakat dari harta mereka dan menyalurkannya kepada orang yang berhak , niscaya tidak ada lagi orang muslim yang fakir di suatu negeri. Karena sahabat Ali RA pernah berkata :
إنَّ اللَّهَ فرَضَ على الأغنياءِ فى أموالِهِم بقَدرِ ما يَكفِى فُقَراءَهُم، فإِن جاعوا وعَرُوا وجَهَدوا، فبِمنَعِ الأغنياءِ، وحَقٌّ على اللَّهِ أن يُحاسِبَهُم يَومَ القيامَةِ ويُعَذِّبَهُم عَلَيهِ
“Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat atas harta orang-orang kaya sesuai kadar yang mencukupi kebutuhan para fakir, maka apabila mereka kelaparan, susah, tak berpakaian atau melarat itu atas sebab ulah (tidak membayar zakat) orang kaya, maka Allah akan menghisab dan mengazab mereka pada hari kiamat.” ( Sunan Al-Kabîr, Al-Baihaqi, 13/423)
Muhammad Rasyid Ridha dalam “Tafsir Manar” juga mengomentari akan hal demikian bahwa seandainya saja kaum muslimin menegakkan kewajiban ini maka tidak akan didapati orang fakir yang kelaparan dan penghutang yang kesusahan. Tapi kebanyakan dari mereka meninggalkan kewajiban ini. (Tafsîr Manâr, Muhammad Rasyid Ridha, 10/443)
3.Haji
Ibadah lainnya yang menggambarkan persatuan kaum muslimin adalah ibadah Haji. Adapun dalil kemasyruiyyahan haji adalah firman Allah:
وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلاۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan Haji ke Baitullah, yaitu bagi orang -orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (Ali-Imran: 97)
Persatuan kaum muslimin itu nyata tampak dalam potret dan makna yang tersirat dalam syiar haji ini. Haji adalah rukun Islam yang selalu berlangsung setiap tahunya, seluruh kaum muslimin dari berbagai penjuru kumpul menjadi satu di sebuah wilayah yang diberkahi.
Hal itu ditandai dengan umat Islam dengan berbagai warna kulit, bahasa, dan asal negara mereka itu berkumpul pada satu tempat, diwaktu yang sama, menggunakan pakaian yang sama, melaksanakan manasik bersama-sama.
Wahbah Az-Zuhaili dalam “At-Tafsir Al-Munir” beliau menjelaskan bahwa dalam syariat Haji terkandung faedah diniyah yaitu mendapat Ridhonya Allah, sekaligus faedah Duniawiyah dari bertemunya kaum muslimin dari beragam suku untuk berdagang atau berniaga atau keperluan lainnya.( At-Tafîr Al-Munîr, Wahbah Az-Zuhaili,17/195)
Adapun makna persatuan Islam tidak hanya tercerminkan dari ibadah seperti shalat, zakat atau haji saja, tapi bisa direnungi pada ibadah-ibadah lainnya, Seperti puasa. yaitu kaum muslimin berpuasa pada bulan yang sama (Ramadhan), berbuka puasa bersama (ifthor jama’i).
Kebahagian ini dapat dirasakan oleh orang kaya maupun miskin, lalu dilanjut dengan mengeluarkan zakat fitrah di waktu yang sama dan diakhiri dengan shalat ied secara berjamaah pula. (Mausuah At-Tafsîr Al-Maudhu’I, 34/401)
Maka jelas bersatunya kaum muslimin menjadi sebuah keharusan yaitu dengan mengesampingkan segala bentuk ikatan selain Islam. Kita tidak boleh berpecah belah hanya gara-gara hal sepele yang bersifat Furu’iyah.
Sudah waktunya untuk kaum muslimin Bersatu, berkoalisi dan bahu-membahu untuk tujuan yang sama yaitu tegaknya agama Islam ini.
Sebab, umat Islam divisualkan Bersatu ibaratkan satu tubuh. Perumpamaan yang konkret ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :
ترى المؤمنين في تراحمهم وتوادهم وتعاطفهم كمثل الجسد إذا اشتكى عضوا تداعى له سائر جسده بالسهر والحمى
“Kamu akan melihat orang-orang mukmin dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).”(HR. Bukhari)
Setelah memahami penjelasan di atas, hendaknya bukti visual akan persatuan umat Islam tidak hanya sekedar angan-angan saja, atau bahkan sesuatu yang mustahil untuk diwujudkan.
Tetapi mari kita aplikasikan dalam kehidupan muamalah sehari-hari untuk mewujudkan Bersama kejayan Islam ini. Wallahu ‘A’lam bish Shawab.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun