PWMU.CO-Pendidikan yang bermutu untuk semua warga negara merupakan cita-cita besar Mendikdasmen saat ini. Tidak terkecuali pendidikan bagi warga di daerah 3T.
Oleh karena itu Mendikdasmen RI, Prof Dr Abdul Mu’ti Med menawarkan kerja sama dengan berbagai elemen dan organisasi untuk merealisasikan cita-cita besar tersebut. Salah satunya adalah Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Muhammadiyah.
Hal itu disampaikan oleh Mendikdasmen sendiri saat membekali para da’I komunitas utusan seluruh wilayah Indonesia dalam kegiatan Silatnas LDK PP Muhammadiyah di Aula Mitra Nusantara BPMP Jakarta, Selasa (12/11/2024).
“Karena itu terkait dakwah komunitas ini bisa bekerja sama dengan kemendikdasmen, untuk melayani pendidikan di daerah terpencil,” terangnya.
Abdul Mu’ti meyakinkan terkait anggaran yang disiapkan mendikdasmen jika bekerja sama dengan LDK dalam rangka memberikan akses pendidikan kepada anak-anak di daerah terpencil.
“Dan itu ada anggaran nya, nah itu bedanya sekum PP dan menteri itu. Kalau sekum PP itu hanya menganjurkan, halo-halo, memberi saran (tidak bisa memberikan support nyata berupa anggaran dana),” selorohnya diikuti tawa peserta.
Mu’ti menegaskan, nantinya jika program pemerataan akses pendidikan di daerah terpencil itu direalisasikan, maka yang menjadi relawan mengajar tidak harus lulusan Sarjana.
“Relawan mengajar tidak harus S1, bisa jadi dia ustadz, relawan, nanti kita beri pelatihan pengelolaan kelas. Paradigma kita bukan schooling, sekolah, tapi paradigma learning, belajar. Orang belajar itu tidak harus di sekolah, tapi di masjid juga belajar,” terangnya.
Selaku Mendikdasmen, Mu’ti juga berencana akan mendistribusikan buku-buku bacaan untuk anak-anak sekolah di masjid-masjid.
“Jadi buku itu kita dekatkan dengan komunitas. Selama ini buku itu diserahkan di kelurahan. Tidak ada yang baca. Kalau di masjid kan orang bisa sambil nunggu adzan baca buku,” tuturnya.
Selain itu, Mu’ti juga mengungkapkan banyaknya kekerasan pada anak usia sekolah yang menyebabkan mereka akhirnya justru tidak diberi hak mendapatkan pendidikan.
“Ada kan misalnya unwanted pregnancy, atau korban kekerasan seksual, lalu mereka tidak boleh sekolah. Mereka ini sudah korban, dikorbankan lagi, kan mereka haknya sekolah. Nah bagaimana mereka bisa mendapatkan kesempatan seperti ini,” ujarnya.
Menurutnya kasus semacam itu bisa dikerjakan oleh lembaga Dakwah Komunitas. Karena siswa yang mengalami kekerasan seksual akan mengalami dampak sosial yaitu dikucilkan oleh masyarakat.
“Inilah yang bisa kita sampaikan sebagai sinergi. Kita perlu membuka akses pendidikan untuk anak-anak agar belajar,” tandasnya.
Penulis Ain Nurwindasari Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan