Oleh: Khoirun Nisa’ (Guru SD Muhammadiyah 3 Ikrom Wage Taman Sidoarjo)
PWMU.CO – Perbedaan antara kehidupan di kota dan desa sudah sering kita saksikan. Kota dengan segala fasilitas lengkap, gedung bertingkat, upah minimum yang tinggi, serta ragam jenis pekerjaan, berbeda jauh dengan kehidupan di desa yang fasilitasnya terbatas, gedung sederhana, upah yang relatif rendah, dan sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani atau buruh.
Namun, di tengah keterbatasan tersebut, masyarakat desa masih sangat rukun dan dikelilingi oleh lingkungan alam yang asri.
Perbedaan kondisi ini tentunya memengaruhi banyak aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan, yang sangat penting bagi kemajuan bangsa.
Menurut UU Pendidikan Pasal 1 Ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar yang memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi mereka secara optimal.
Dengan pendidikan, diharapkan anak-anak mampu memiliki kekuatan spiritual, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Pentingnya pendidikan juga menjadi dasar utama dakwah Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, memulai dakwahnya dengan mendirikan sekolah pertama, Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, pada tahun 1911.
Sekolah ini menjadi bukti nyata komitmen Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, dilengkapi dengan fasilitas modern pada masanya, seperti papan tulis, meja, dan kursi.
Seiring waktu, pendidikan di Muhammadiyah berkembang pesat hingga mencapai seluruh pelosok negeri.
Ketua Majelis Dikdasmen PNF PP Muhammadiyah, H. Didik Suhardi, PhD, mengungkapkan bahwa saat ini Muhammadiyah memiliki lebih dari 5.000 sekolah, terdiri dari 2.453 SD/MI, 1.599 SMP/MTs, dan 1.294 SMA/MA/SMK.
Pendidikan Sekolah Muhammadiyah di Kota
Pendidikan Muhammadiyah di kota atau yang dikenal sebagai “dahan gerakan” berkembang dengan pesat.
Di kota, sekolah Muhammadiyah memiliki murid yang banyak, fasilitas yang lengkap, gedung megah, serta program sekolah yang bertujuan mengembangkan potensi setiap individu.
Bahkan, biaya masuk sekolah bisa mencapai sepertiga UMR. Faktor lain yang mendukung kemajuan ini adalah proses rekrutmen guru yang ketat dan sistem manajemen yang teratur.
Para guru Muhammadiyah di kota mendapatkan gaji yang layak dan disediakan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka.
Menariknya, sekolah Muhammadiyah di kota tidak hanya diminati oleh anak-anak dari keluarga Muhammadiyah saja, tetapi juga dari berbagai latar belakang.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di Muhammadiyah mampu melampaui batas-batas organisasi keagamaan dan menjadi pilihan utama banyak orang tua.
Pendidikan Sekolah Muhammadiyah di Desa
Di sisi lain, di balik kemajuan sekolah Muhammadiyah di kota, terdapat kesenjangan yang cukup tajam dengan sekolah Muhammadiyah di desa atau “grass root” yang relatif tertinggal. Beberapa sekolah Muhammadiyah di desa mengalami penurunan jumlah siswa, bahkan ada yang hampir tidak memiliki murid.
Penyebabnya antara lain kurangnya promosi sekolah, minimnya akses media digital, hingga rendahnya gaji guru yang jauh dari layak. Para guru di desa sering kali bekerja dengan dedikasi tinggi walaupun penghasilan mereka hanya sepersepuluh dari UMR.
Selain itu, fanatisme organisasi di pedesaan juga masih cukup kuat, sehingga beberapa orang tua memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke lembaga yang sesuai dengan organisasi keagamaan mereka sendiri.
Jumlah penduduk yang terbatas di desa juga menjadi faktor, mengingat sebagian besar pemuda desa lebih memilih merantau ke kota atau luar negeri.
Meski menghadapi berbagai tantangan, Muhammadiyah telah berperan besar dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2024 ini, perwakilan Muhammadiyah bahkan dipercaya menjadi Menteri Pendidikan, yang diharapkan dapat mempercepat penyelesaian berbagai persoalan di “dahan gerakan” dan “grass root”.
Dengan demikian, Muhammadiyah terus berupaya mewujudkan gerakan pencerahan menuju Indonesia yang lebih berkemajuan.
Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan