Oleh: Muhammad Khoirun Nizam
PWMU.CO – Pada era ini, laju perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan atau yang biasa disebut Artifical intelegent (AI) menjadi sebuah fenomena yang membawa tantangan besar bagi kader Muhammadiyah dalam merespons perubahan sosial dan spiritual.
Kemajuan teknologi menawarkan banyak kemudahan, namun sekaligus menuntut sikap kritis serta pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki.
Dengan tugas sebagai penjaga nilai-nilai Islam dan bangsa, kader Muhammadiyah perlu menjadi sosok yang tangguh dalam menghadapi perubahan ini dan tetap kokoh dalam menjalankan peran mereka.
Makna Filosofis Teknologi dalam Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, teknologi adalah alat yang diciptakan untuk membantu manusia, bukan sebagai tujuan akhir.
Teknologi, termasuk AI, adalah hasil kreativitas yang merupakan anugerah dari Allah. Akan tetapi, jika teknologi tidak diarahkan dengan landasan moral, ia bisa melunturkan nilai kemanusiaan kita.
Dalam Islam, konsep khalifah fil ardh, atau wakil Allah di bumi, menuntut manusia untuk menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan bijak demi kesejahteraan umat dan alam.
Bagi kader Muhammadiyah, teknologi semestinya dilihat sebagai sarana untuk memperkuat peran mereka sebagai khalifah, bukan hanya sebagai alat yang mendorong materialisme.
C.S. Lewis menekankan bahwa “teknologi mengajarkan kita kelebihan secara eksternal, tetapi memiskinkan kita secara internal.”
Jika teknologi tidak dijalankan dengan nilai-nilai moral, ia bisa melahirkan kondisi dehumanisasi, di mana manusia kehilangan jati diri kemanusiaannya.
Kecerdasan buatan yang berkembang pesat, misalnya, memungkinkan manipulasi informasi hingga penciptaan realitas virtual yang dapat mengaburkan pandangan umat. Karena itu, kader Muhammadiyah dituntut menjaga nilai-nilai insaniyah (kemanusiaan) agar tetap menjadi fokus dalam kemajuan teknologi, serta menolak stagnasi (futuwwah) dalam mengkritisi perkembangan ini.
Peningkatan Kapasitas Kader dalam Menguasai Teknologi
Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi yang mendasarkan gerakannya pada pendidikan. Dengan demikian, program pengembangan kader dalam era AI harus menekankan pemahaman teknologi digital, keterampilan dalam analisis data, serta nilai etika dalam pemanfaatan teknologi.
Pemahaman akan AI memungkinkan kader untuk memilih, memanfaatkan, dan mengarahkan teknologi guna mendukung aktivitas dakwah dan gerakan sosial.
Pemahaman teknologi digital serta AI tidak hanya relevan untuk perkembangan karier profesional, tetapi juga mendukung tujuan keislaman.
Muhammadiyah melalui para kadernya perlu menjadikan pengetahuan teknologi sebagai dasar yang diiringi akhlak mulia, sehingga integrasi antara ilmu dan etika tetap terjaga.
Tantangan yang muncul adalah bagaimana Muhammadiyah bisa menyeimbangkan adaptasi teknologi yang cepat dengan kearifan lokal dan nilai spiritual yang kuat.
Isu Etis dalam Penggunaan Teknologi dan AI
AI menawarkan beragam manfaat dalam sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Di sisi lain, kemajuan teknologi membawa tantangan etis yang tidak dapat diabaikan.
Islam menempatkan manusia sebagai pusat, sementara teknologi hanyalah instrumen. Namun, kemajuan AI yang memungkinkan terciptanya kecerdasan lebih tinggi dari manusia dapat mengancam keberadaan manusia itu sendiri.
Pertanyaan utamanya adalah: sejauh mana AI dapat diizinkan mengatur kehidupan manusia?
Kader Muhammadiyah harus bersikap kritis dalam menggunakan dan mengembangkan teknologi AI. Keberadaan algoritma yang mampu memprediksi, mengarahkan, dan bahkan mempengaruhi pola pikir seseorang perlu diawasi dengan ketat.
Kader Muhammadiyah dituntut untuk memahami etika Islam dalam pemanfaatan teknologi, termasuk prinsip maqashid syariah (tujuan syariat) yang meliputi perlindungan jiwa, akal, keturunan, agama, dan harta. Dengan demikian, teknologi harus menjadi sarana untuk mencapai _ maqashid syariah, bukan sebaliknya.
Dakwah dan Pemberdayaan Sosial melalui Teknologi
Sebagai organisasi yang berfokus pada dakwah dan pemberdayaan masyarakat, Muhammadiyah dapat memanfaatkan teknologi untuk memperkuat peran sosial kadernya.
Dengan media sosial, platform digital, dan aplikasi AI, kader Muhammadiyah bisa lebih mudah menjangkau generasi muda serta masyarakat yang jauh secara fisik.
Meski demikian, penggunaan media digital harus dikelola dengan hati-hati. Arus informasi di media sosial dapat menjadi boomerang jika tidak digunakan secara bijak.
Kader perlu mahir dalam membuat konten dakwah yang menarik, serta memahami pengelolaan algoritma media sosial agar pesan dakwah lebih mudah ditemukan oleh audiens yang sesuai.
Muhammadiyah dapat mengembangkan pelatihan komunikasi digital dan pemahaman etika AI sesuai prinsip Islam, sehingga dakwah tetap sesuai dengan nilai keislaman yang terbuka dan berbasis ilmu.
Teknologi sebagai Bagian dari Ijtihad Kolektif
Teknologi harus dipandang sebagai bagian dari ijtihad, yaitu upaya kolektif untuk mencari solusi bagi permasalahan umat. Dalam hal ini, kader Muhammadiyah perlu terlibat aktif dalam pembaruan pemikiran Islam guna merespons perkembangan teknologi.
Filsuf Islam, Al-Ghazali, menekankan bahwa ijtihad bukan hanya terkait hukum, melainkan juga tentang menciptakan tatanan sosial yang adil dan harmonis.
Kader Muhammadiyah perlu siap untuk menafsirkan kembali prinsip-prinsip Islam agar tetap relevan dalam konteks zaman yang terus berubah.
Muhammadiyah dapat menjadi penghubung antara tradisi Islam dan kemajuan teknologi, sehingga nilai-nilai Islam tetap relevan dan mampu menghadapi tantangan era global.
Pemberdayaan kader Muhammadiyah di era teknologi dan AI membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, yang mencakup aspek pendidikan, etika, serta dakwah berdasarkan nilai-nilai Islam.
Teknologi, dalam pandangan Islam, hanyalah alat yang harus diarahkan untuk mencapai kemaslahatan umat. Muhammadiyah perlu membangun kader yang kuat secara spiritual serta mahir dalam memanfaatkan teknologi.
Dengan demikian, kader Muhammadiyah tidak hanya mengikuti arus, melainkan menjadi pemimpin perubahan yang berpijak pada nilai-nilai Islam.
Editor ‘Aalimah Qurrata A’yun